AKU INGIN KEMBALI
Bagian
1
Muhammad
Arsan Dwi Anggara adalah seorang owner sebuah Wedding Organizer di Bandung. Dia
terkenal dengan nama Princes Dwi oleh semua pegawainya juga konsumennya. Usaha
WO nya itu begitu terkenal di kota Bandung dan juga sekitarnya. Nama Princes
Dwi sudah terkenal dimana-mana dan banyak orang yang mengetahuinya.
“Bos,”
seruan itu membuat sosok itu menoleh dan tersenyum kemayu.
“Apa
Chacha?” tanyanya.
“Sekarang
ada jadwal bertemu dengan client, capcus cin,” serunya juga dengan lenggak
lenggok.
Dia adalah
asisten Dwi, namanya Chacha dan dia juga seorang waria.
“Baiklah,”
ucap Dwi.
Dwi atau
Arsan adalah seorang waria, sejak kecil dia memang merasakan sesuatu yang
berbeda pada dirinya. Dia berbeda dengan laki-laki pada umumnya, terlebih dia
menyukai sesame jenis dan dia menyadari itu sejak ia duduk di bangku SMA. Ada
hasrat menggebu dan perasaan aneh di dalam hatinya saat melihat seorang pria
tampan yang baik hati saat itu. Sosok pria yang ia kagumi dan begitu terkenal
di sekolah.
Kini mereka
berdua sudah duduk di salah satu restaurant untuk bertemu dengan salah seorang
clientnya.
“Haduhh mana
sih mereka, Lambreta deh ah,” gerutu Chacha.
“Sabarlah,
mungkin di jalan macet,” jawab Dwi. Dia memang seorang waria, tetapi dia lebih
dingin dari waria biasanya, bahkan kata-katanya juga tak pernah menggunakan
bahasa banci walau dia memahaminya.
“Lapangan
bola ekeu, mana sih pere sama lekong itu, males deh ah,” gerutu Chacha yang tak
di tanggapi Dwi. Dia focus memainkan gadgetnya dan mengetik sesuatu di sana.
“Eh Bos,
Looking looking,” seru Chacha heboh.
“Apa sih
Cha?”
“Liat noh
Lekong, uhhh ganteng badai cin, tipe akikah banget itu. Uhh rasanya pengen ekeu
cumi cumi diana!” ceroscos Chacha dengan heboh hingga membuat oang- orang di
sekitarnya meirik ke arahnya.
‘Aditya?’ batin Dwi sedikit kaget
melihat sosok itu.
Dwi memegang
dada bagian kirinya, dia adalah pria pertama yang membuat jantungnya berdebar
cepat juga membuatnya menyadari sesuatu yang berbeda pada dirinya, kalau dia
menyukai sesame jenis.
“Permis
Princes Dwi, Mbak Chacha, maaf kami terlambat,” ucap seseorang.
“Aduh iyey,
lambreta sekali kalian. Ekeu udah jayus tau kelamaan nunggu kalian!” seru Chacha.
“Maaf, tadi
ban mobilku bocor,” seru pria yang bersama wanita itu.
“Ya
sutralah, duduk duduk.” Merekapun duduk di hadapan Chacha dan Dwi. “Jadi gimana
Bos?”
Dwi masih
diam membisu dengan pandangan yang kosong. “BOS!” pekik Chacha dengan suara
cemprengnya membuat Dwi meringis.
“Apa sih
Cha?” seru Dwi dengan sedikit kesal.
“Ini mereka
sudah tiba, iyey melamun aja.”
Dwi merubah
raut wajah kerasnya menjadi lunak dan tersenyum pada dua orang di hadapannya.
“Ah maafkan
saya, jadi kita mulai saja. Kami sudah membawakan beberapa konsep untuk acara
resepsi pernikahan dari paket sederhana hingga glamour,” ucap Dwi.
“Ini Cyin,”
Chacha menunjukkan majalahnya dan pasangan di depan mereka mulai focus melihat
beberapa konsepnya.
Φ
“Hai Arsan,”
sapa seseorang saat Dwi hendak menaiki mobilnya.
“Dwi, Sit,
Dwi. Astaga Sita, berhenti memanggil nama itu,” gerutu Dwi.
“Memangnya
kenapa? Namanya bagus kok,” goda Sita membuat Dwi menggerutu.
“Loe kenapa
datang ke kantor gue? Gak kerja?” Tanya Dwi.
“Udah
pulang, gue kebagian shift pagi. Nebeng pulang dong,” serunya seraya
menampilkan cengiran lebarnya.
“Kebiasaan
loe datang ke sini Cuma mau minta gue anterin, bukan nebeng namanya kalau beda
arah tapi minta anterin,” seru Dwi membuat Sita terkekeh.
“Tah maneh
apal,” kekeh Sita membuat Dwi mencibir.
Mereka
berdua menaiki mobil dan mobil itu perlahan bergerak meninggal area parker
kantor WO Dwi.
Sita
Saraswati adalah sahabat Arsan dari sejak SMP dan hanya SIta sahabat
satu-satunya yang tersisa dan bertahan di samping Dwi.
“Makan dulu
kali Bos, laper nih,” seru SIta.
“Ck, loe
selalu malak gue,” keluh Dwi.
“Gak
apa-apa, lagian gue selalu menjadi pendengar yang baik dan sabar mendengarkan
curhatan loe yang sepanjang sungai nil. Setebal Novel Stay With Me,” kekeh
Sita.
“Iye iye,
kasian juga budak batur kelaperan,” kekeh Dwi.
“Tuh tau,”
kekeh Sita.
Mereka
mampir ke pedagang kaki lima penjual pecel dan soto. Sita langsung memesan
makanannya begitu juga Dwi.
Tak butuh
waktu lama pesanan merekapun datang dan Sita langsung melahapnya, begitu juga
dengan Dwi.
“Sit,”
“Hmm,” seru
Sita focus menyuapkan makanannya.
“Gue mau ngomong
sesuatu,” ucap Dwi.
“Ntar dulu
yah curhat sepanjang sungai nil nya, gue harus siapkan diri dulu dengan mengisi
amunisi,” ucap Sita mengangkat telunjuknya di depan wajah Dwi.
“Ck, gue
serius nih. Bukan mau curhat,” ucap Dwi.
“Ya ya loe
selalu bilang begitu dan tanpa di sangka omongan loe kagak berhenti-henti dan
terus nyeroscos sampai tak terasa malam pun sudah berubah menjadi pagi,” ucap
Sita.
“Gue ketemu
Aditya,” seru Dwi.
Oho
oho oho
“A- siapa?”
Tanya SIta.
“Aditya,”
ucap Dwi.
“Aditya
kakak kelas kita waktu SMA?” Tanya SIta yang di angguki Dwi.
“Dan loe
tau, setelah 10 tahun berlalu dan jantung ini masih tetap berdetak saat
melihatnya. Dia juga tampak semakin tampan dan gagah. Brewoknya juga begitu
seksi,” seru Dwi berseri-seri.
“Hmm, lalu brondong
kesayangan loe itu si Danis mau di kemanain?” Tanya Sita.
“Gue akan
memutuskannya demi Adit,” ucap Dwi dengan senyuman kemayunya membuat Sita
menggelengkan kepalanya.
“Loe
mempunyai PR untuk meluluhkan Adit, jadi jangan main putusin aja brondong
kesayangan loe itu,” ucap Sita yang tak pernah mengkritik Dwi apalagi sampai
menyinggungnya. SIta begitu pengertian dan memahami Dwi, dan itulah yang
membuat Dwi begitu menyayangi Sita. DIa bahkan bisa menjadi bodyguard bagi SIta
kalau Sita di sakitin pria atau di ganggu seseorang.
“Lu benar,
gue masih punya tugas besar dan mungkin juga sulit,” kekeh Dwi.
“Udah
habisin makan loe, kasian tuh ayam di anggurin.” Ucap SIta.
“Cepet amat
makan loe kayak kereta api,” seru Dwi.
“Kata
orangtua tuh gak boleh makan lama-lama, pamali,” seru Sita yang di jawab
anggukan singkat dari Dwi.
Φ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar