Jumat, 02 Agustus 2019

AKU INGIN KEMBALI



Bagian
1


            Muhammad Arsan Dwi Anggara adalah seorang owner sebuah Wedding Organizer di Bandung. Dia terkenal dengan nama Princes Dwi oleh semua pegawainya juga konsumennya. Usaha WO nya itu begitu terkenal di kota Bandung dan juga sekitarnya. Nama Princes Dwi sudah terkenal dimana-mana dan banyak orang yang mengetahuinya.
            “Bos,” seruan itu membuat sosok itu menoleh dan tersenyum kemayu.
            “Apa Chacha?” tanyanya.
            “Sekarang ada jadwal bertemu dengan client, capcus cin,” serunya juga dengan lenggak lenggok.
            Dia adalah asisten Dwi, namanya Chacha dan dia juga seorang waria.
            “Baiklah,” ucap Dwi.
            Dwi atau Arsan adalah seorang waria, sejak kecil dia memang merasakan sesuatu yang berbeda pada dirinya. Dia berbeda dengan laki-laki pada umumnya, terlebih dia menyukai sesame jenis dan dia menyadari itu sejak ia duduk di bangku SMA. Ada hasrat menggebu dan perasaan aneh di dalam hatinya saat melihat seorang pria tampan yang baik hati saat itu. Sosok pria yang ia kagumi dan begitu terkenal di sekolah.
            Kini mereka berdua sudah duduk di salah satu restaurant untuk bertemu dengan salah seorang clientnya.
            “Haduhh mana sih mereka, Lambreta deh ah,” gerutu Chacha.
            “Sabarlah, mungkin di jalan macet,” jawab Dwi. Dia memang seorang waria, tetapi dia lebih dingin dari waria biasanya, bahkan kata-katanya juga tak pernah menggunakan bahasa banci walau dia memahaminya.
            “Lapangan bola ekeu, mana sih pere sama lekong itu, males deh ah,” gerutu Chacha yang tak di tanggapi Dwi. Dia focus memainkan gadgetnya dan mengetik sesuatu di sana.
            “Eh Bos, Looking looking,” seru Chacha heboh.
            “Apa sih Cha?”
            “Liat noh Lekong, uhhh ganteng badai cin, tipe akikah banget itu. Uhh rasanya pengen ekeu cumi cumi diana!” ceroscos Chacha dengan heboh hingga membuat oang- orang di sekitarnya meirik ke arahnya.
            ‘Aditya?’ batin Dwi sedikit kaget melihat sosok itu.
            Dwi memegang dada bagian kirinya, dia adalah pria pertama yang membuat jantungnya berdebar cepat juga membuatnya menyadari sesuatu yang berbeda pada dirinya, kalau dia menyukai sesame jenis.
            “Permis Princes Dwi, Mbak Chacha, maaf kami terlambat,” ucap seseorang.        
            “Aduh iyey, lambreta sekali kalian. Ekeu udah jayus tau kelamaan nunggu kalian!” seru Chacha.
            “Maaf, tadi ban mobilku bocor,” seru pria yang bersama wanita itu.
            “Ya sutralah, duduk duduk.” Merekapun duduk di hadapan Chacha dan Dwi. “Jadi gimana Bos?”
            Dwi masih diam membisu dengan pandangan yang kosong. “BOS!” pekik Chacha dengan suara cemprengnya membuat Dwi meringis.
            “Apa sih Cha?” seru Dwi dengan sedikit kesal.
            “Ini mereka sudah tiba, iyey melamun aja.”
            Dwi merubah raut wajah kerasnya menjadi lunak dan tersenyum pada dua orang di hadapannya.
            “Ah maafkan saya, jadi kita mulai saja. Kami sudah membawakan beberapa konsep untuk acara resepsi pernikahan dari paket sederhana hingga glamour,” ucap Dwi.
            “Ini Cyin,” Chacha menunjukkan majalahnya dan pasangan di depan mereka mulai focus melihat beberapa konsepnya.
Φ
            “Hai Arsan,” sapa seseorang saat Dwi hendak menaiki mobilnya.
            “Dwi, Sit, Dwi. Astaga Sita, berhenti memanggil nama itu,” gerutu Dwi.
            “Memangnya kenapa? Namanya bagus kok,” goda Sita membuat Dwi menggerutu.
            “Loe kenapa datang ke kantor gue? Gak kerja?” Tanya Dwi.
            “Udah pulang, gue kebagian shift pagi. Nebeng pulang dong,” serunya seraya menampilkan cengiran lebarnya.
            “Kebiasaan loe datang ke sini Cuma mau minta gue anterin, bukan nebeng namanya kalau beda arah tapi minta anterin,” seru Dwi membuat Sita terkekeh.
            “Tah maneh apal,” kekeh Sita membuat Dwi mencibir.
            Mereka berdua menaiki mobil dan mobil itu perlahan bergerak meninggal area parker kantor WO Dwi.
            Sita Saraswati adalah sahabat Arsan dari sejak SMP dan hanya SIta sahabat satu-satunya yang tersisa dan bertahan di samping Dwi.
            “Makan dulu kali Bos, laper nih,” seru SIta.
            “Ck, loe selalu malak gue,” keluh Dwi.
            “Gak apa-apa, lagian gue selalu menjadi pendengar yang baik dan sabar mendengarkan curhatan loe yang sepanjang sungai nil. Setebal Novel Stay With Me,” kekeh Sita.
            “Iye iye, kasian juga budak batur kelaperan,” kekeh Dwi.
            “Tuh tau,” kekeh Sita.
            Mereka mampir ke pedagang kaki lima penjual pecel dan soto. Sita langsung memesan makanannya begitu juga Dwi.
            Tak butuh waktu lama pesanan merekapun datang dan Sita langsung melahapnya, begitu juga dengan Dwi.
            “Sit,”
            “Hmm,” seru Sita focus menyuapkan makanannya.
            “Gue mau ngomong sesuatu,” ucap Dwi.
            “Ntar dulu yah curhat sepanjang sungai nil nya, gue harus siapkan diri dulu dengan mengisi amunisi,” ucap Sita mengangkat telunjuknya di depan wajah Dwi.
            “Ck, gue serius nih. Bukan mau curhat,” ucap Dwi.
            “Ya ya loe selalu bilang begitu dan tanpa di sangka omongan loe kagak berhenti-henti dan terus nyeroscos sampai tak terasa malam pun sudah berubah menjadi pagi,” ucap Sita.
            “Gue ketemu Aditya,” seru Dwi.
            Oho oho oho
            “A- siapa?” Tanya SIta.
            “Aditya,” ucap Dwi.
            “Aditya kakak kelas kita waktu SMA?” Tanya SIta yang di angguki Dwi.
            “Dan loe tau, setelah 10 tahun berlalu dan jantung ini masih tetap berdetak saat melihatnya. Dia juga tampak semakin tampan dan gagah. Brewoknya juga begitu seksi,” seru Dwi berseri-seri.
            “Hmm, lalu brondong kesayangan loe itu si Danis mau di kemanain?” Tanya Sita.
            “Gue akan memutuskannya demi Adit,” ucap Dwi dengan senyuman kemayunya membuat Sita menggelengkan kepalanya.
            “Loe mempunyai PR untuk meluluhkan Adit, jadi jangan main putusin aja brondong kesayangan loe itu,” ucap Sita yang tak pernah mengkritik Dwi apalagi sampai menyinggungnya. SIta begitu pengertian dan memahami Dwi, dan itulah yang membuat Dwi begitu menyayangi Sita. DIa bahkan bisa menjadi bodyguard bagi SIta kalau Sita di sakitin pria atau di ganggu seseorang.
            “Lu benar, gue masih punya tugas besar dan mungkin juga sulit,” kekeh Dwi.
            “Udah habisin makan loe, kasian tuh ayam di anggurin.” Ucap SIta.
            “Cepet amat makan loe kayak kereta api,” seru Dwi.
            “Kata orangtua tuh gak boleh makan lama-lama, pamali,” seru Sita yang di jawab anggukan singkat dari Dwi.
Φ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar