DIFFERENCE
PROLOG
Perbedaan...
Satu kata itu sudah menjungkir
balikan kehidupan Percy. Dia harus memilih antara dua pilihan yang sulit karena
sebuah perbedaan.
Banyak
orang berkata kalau sebuah perbedaan tak akan merubah apapun. Perbedaan itu
mampu di satukan, dan mampu untuk saling mengisi kekurangan masing-masing.
Lalu
bagaimanakah kalau perbedaan itu sulit untuk di satukan?
Di
saat cinta tumbuh dengan indah, harus kandas karena sebuah perbedaan agama.
Perbedaan yang sulit untuk di satukan.
Perbedaan
yang mengharuskan Percy memilih antara cinta dan keluarga.
Cinta
ataukah Keluarga?
Chapter
1
P
|
agi
itu matahari seakan malu-malu menunjukkan wujudnya ke alam semesta. Tetapi
suasana Ibu Kota sudah begitu ramai dengan kendaraan yang hilir mudik. Seakan
mereka berlomba-lomba mengejar waktu sebelum kemacetan yang sudah menjadi cirikhas
bagi Ibu Kota melanda. Tak berbeda jauh
dengan seorang Pria yang kini duduk di kursi pengemudinya. Mobil audi hitamnya membelah jalanan Ibu Kota
di pagi hari itu, bahkan matahari masih malu-malu untuk menunjukkan wujudnya.
Pria itu tampak tenang berada di kursi pengemudinya, dengan pandangan lurus ke
depan.
Dering handphone terdengar, membuatnya menekan earphone bluetooth yang menempel di telinga kanannya.
“Hallo,”
“.....”
“Aku sedang di jalan, atur segalanya
untuk meeting pagi ini.”
Setelah mengatakan itu, iapun
mematikan sambungan telponnya dan kembali fokus menatap jalanan di depan sana.
Pria yang memiliki mata abu gelap dan tajam. Mata yang mampu mengintimidasi
siapa saja, tetapi juga mampu mempesona siapa saja yang melihatnya karena ia
memiliki wajah tampan bak dewa yunani.
Tak butuh waktu lama, mobil audy itu memasuki sebuah gedung pencakar
langit, ia memasuki gedung yang bertulis Jonshon, corp. Inc
Siapa yang tidak mengenal perusahaan Jonshon Corp, Inc. Perusahaan
yang bergerak di bidang Proferti.
Perusahaan proferti yang sudah memuncak di Indonesia, dengan cabang perusahaan
di daerah Bandung, Jawa Barat.
Pria itu menuruni mobil audy – nya
dan melangkahkan kaki panjangnya menuju sebuah lift. Langkahnya begitu tenang
dan teratur, tidak terlalu mengeluarkan suara. Setelan jas hitam formal
terlihat melekat pas di tubuh ramping nan kekarnya itu. Garis wajahnya yang
tegas dan bersih, mampu membuat siapapun yang melihatnya akan langsung
terpesona. Mata abu gelapnya yang tajam mampu menghipnotis siapa saja yang
beradu pandang dengannya.
Tak butuh waktu lama, pintu lift yang terbuat dari besi dn baja itu
terbuka lebar memberi jalan untuk pria tinggi itu. Lantai marmer berwarna gold
pucat itu menyambutnya. Dengan elegant, ia melangkahkan kakinya menginjak
lantai marmer gold itu dan memecah keheningan dengan derap langkah teraturnya.
Saat keluar lift, ia di suguhkan dengan 2 ruangan divisi. Yaitu divisi
Manager Utama dan juga Wakil Direktur Utama. Ia terus melangkah hingga menemukan
sebuah pintu yang terbuat dari kaca tebal. Kaca itu secara otomatis terbuka
saat kakinya sampai di ujung lantai. Ia memasuki ruangan luas itu. Ruangan yang
berbentuk persegi panjang dengan beberapa pintu berukuran besar dan tinggi
berada di sekitarnya. Di sebelah kirinya ada pintu besar berwarna coklat terang
dengan tulisan Meeting room. Lalu di
depannya ada sebuah meja besar yang di duduki oleh seorang wanita cantik yang
terlihat sudah berdiri di ujung mejanya dengan memeluk sebuah map berwarna biru,
wanita itu tampak membungkukkan sedikit tubuhnya menyambut kedatangan pria yang
baru saja datang.
Pria itu berjalan menuju pintu besar yang ada di sebelah kanan wanita
itu berdiri yang bertuliskan Direktur
Utama. Ia melangkah memasuki ruangan itu diikuti oleh wanita yang berdiri
tadi, wanita itu terlihat sedikit berlari karena ingin menyamai langkah lebar
dari sang atasan.
“Bagaimana?” pertanyaan itu meluncur dari bibir merah pucatnya yang
terlihat seksi. Ia memutari meja besar yang tersedia di sana dan duduk di kursi
kebesarannya dengan elegant. Mata abu tajamnya menatap ke arah wanita yang
masih berdiri di depannya. Wanita itu sedikit gugup karena di tatap seperti itu
oleh pria di hadapannya.
“Semua bahan untuk meeting hari ini
sudah saya siapkan di sini.” Dengan mengumpulkan kekuatannya, ia menyerahkan
map yang sejak tadi ada dalam dekapannya.
Tanpa mengatakan apapun, pria itu menerima
dan membuka berkas itu. Ia mencoba memahami isinya. Ia terlihat mangut mangut
dengan masih membaca isi dari berkas. “Semuanya sesuai dengan yang saya
inginkan. Kamu bisa siapkan segalanya untuk Meeting nanti.” Wanita itu
mengangguk pasti seraya menerima map dari tangan atasannya dan beranjak pergi
meninggalkan ruangan itu.
Ruangan yang terlihat begitu luas.
Tak banyak furnitur yang tersimpan,
hanya ada beberapa lemari dari kaca untuk penyimpanan arsip berkas dan juga
beberapa piala penghargaan. Di sebelah kanan ruangan terdapat sofa panjang
berwarna krem, dengan hiasan pot bunga yang terlihat menyejukkan. Di sana juga
terdapat sebuah rak besar berwarna hitam yang menyimpan beberapa hiasan untuk
memperindah ruangan. Dan di bagian tengah, tak jauh dari meja kebesarannya ada
sebuah meja bundar dengan miniatur gedung
pencakar langit.
Di meja besar yang ada di hadapan pria itu terdapat sebuah papan nama
berwarna hitam dan cukup besar. Papan itu menuliskan sebuah nama yang jelas.
Percy Jonshon
Direktur Utama
♣♣♣
Di
sebuah rumah bergaya arsitektur Belanda, seorang wanita cantik dengan rambut
panjang bergelombangnya, tengah asyik membaca sebuah buku di tangannya. Ia
terlihat duduk di atas kursi gantung yang ada di bagian belakang rumahnya yang mampu
memperlihatkan keindahan Danau.
Suasana pagi yang sangat sejuk,
membuat gadis cantik itu enggan beranjak kemana-mana, dan lebih memilih asyik
membaca novel kesukaannya dengan menikmati manisnya Teh Hijau yang menjadi
minuman Favoritnya. Di hadapannya tampak sebuah Danau berukuran sedang, mampu menampilkan
keindahan yang begitu menggoda mata. Hutan buatan yang ada di sekitar danau
menjadi penyempurna keindahannya.
Aroma sejuk dan bersih begitu
menyegarkan dada dan hidung. Gadis itu seakan bertukar udara dengan pohon-pohon
hijau di sana. Saling bertukar Oksigen dengan Karbondioksida yang menjadi
kebutuhan utama mereka. Kaki telanjangnya di biarkan menggantung ke bawah. Kaca
mata bening bertengker di hidung mungil nan mancungnya itu. Pandangannya lurus
menatap setiap kata dan tulisan yang terangkum indah di dalam buku.
“Rasya!” panggilan itu membuatnya
mengalihkan mata hijau indahnya ke ambang pintu dimana seorang wanita paruh
baya yang terlihat masih cantik berdiri dengan melipat kedua tangannya di dada.
“Kamu tidak bekerja?”
“Tidak Ma, aku dapat siaran nanti
malam dan mungkin nanti sore akan ke Cafe karena Hezky bilang, butuh penyanyi.”
Jawaban itu sepertinya sudah menjelaskan segalanya membuat wanita paruh baya
itu menganggukan kepalanya tanda paham.
“Mama akan pergi,” ucapnya.
“Kemana Ma? Mau Rasya anter?”
“Tidak perlu, Mama berangkat bareng
Tante Serli. Kami ada acara arisan di rumahnya tante Dewi.”
Setelah mendengar jawaban dari sang
Mama, Rasyapun hanya ber-oh ria.
♣♣♣
Tok tok tok
"Masuk,"
Ucap Percy saat baru memasuki ruangannya kembali setelah melakukkan
meeting bersama clientnya.
"Selamat siang pak Direktur." Seorang wanita berparas cantik
keturunan Korea itu menjulurkan kepalanya di balik pintu.
"Hai Honey, masuklah."
Percy tersenyum senang saat tau siapa yang datang menemuinya.
Wanita cantik yang memiliki tubuh ramping bak model itu memasuki
ruangan, dan kembali menutup pintu. Matanya sipit tetapi begitu kontras dengan
kulit putihnya yang cerah dan bersih, begitu juga dengan hidung dan bibirnya
yang mungil. Ia terlihat menenteng sebuah kotak makan. Ia berjalan mendekati
Percy dan mengecup bibir Percy singkat.
"Aku bawakan makan siang untukmu," senyumnya dengan masih
jarak yang begitu dekat.
"Begitukah?" Percy langsung merengkuh tubuh ramping wanita itu.
Gadis berparas cantik itu adalah Rindi Basupati, gadis yang sudah 5 tahun ini Percy
pacari."Kita makan bersama," ucapnya yang menyiratkan sebuah perintah
dan Rindi langsung menganggukan kepalanya.
Percy membawa Rindi untuk duduk di sofa yang ada di ruangannya. Rindi-pun
segera membuka kotak bekalnya dan aroma wangi khas makanan Indonesia langsung
menggelitik penciuman mereka.
“Aromanya langsung membuatku lapar,” ucap Percy membuat Rindi tersenyum
lebar. Ia selalu senang memasakkan makanan untuk kekasihnya itu.
Rindi menyodorkan makanan itu ke arah Percy, dan itu membuat air liur
Percy seakan ingin menetes keluar dan cacing di dalam perutnya seakan berdemo
untuk segera di beri makanan. Kesempatan
itu tak di sia-siakan oleh Percy untuk langsung melahapnya dengan gigitan
besar. Rindi tersenyum melihat kekasihnya yang melahap makanan dengan rakus.
"Ini sangat enak, kamu memang pintar memasak," puji Percy
membuat Rindi tersenyum senang, tampak rona merah di pipinya.
"Makanlah yang banyak," ujar Rindi dan di angguki Percy
sambil menikmati makanannya.
"Lusa pertunangan Pretty," ujar Percy setelah keduanya
terdiam cukup lama.
"Iya, Randa sudah bercerita ke aku semalam. Acaranya mendadak
sekali," ujar Rindi.
"Iya, Azkanya ingin cepat-cepat menikahi Pretty. Apalagi Ki Haji
begitu ingin melihat cucunya menikah," ujar Percy sambil mengunyah
makanannya.
Pretty Jonshon adalah adik perempuan Percy yang hanya terpaut empat
tahun darinya. mereka berencana akan melangsungkan pertunangan lusa ini dan
pernikahan akan berlangsung satu bulan lagi. Keluarga Percy adalah keluarga
yang di kenal paling lekat dalam agamanya, karena Kakek Percy merupakan seorang
Kiai yang mengelola sebuah Pesantren
di daerah Tasikmalaya.
"Iya sih, Pretty juga kelihatan sangat bahagia."
"Kamu benar, dia sangatlah bahagia," jawab Percy.
"Kita kapan yah," goda Rindi diiringi kekehannya. Ia memang
ingin menyindir dengan halus tetapi ternyata candaannya itu membuat Percy
menegang kaku. Semua sahabatnya tau kalau Percy dan Rindi menjalani hubungan backstreet karena orangtua mereka tidak
pernah merestui. Perbedaan yang mereka miliki sangatlah bertentangan dengan
kepercayaan keluarga mereka.
Rindi adalah seorang gadis beragama Katolik, sedangkan Percy seorang
yang beragama Islam. Perbedaan agama itu membuat mereka kesulitan untuk
menyatukannya. Dari kedua keluarga mereka yang begitu menjungjung tinggi agama
yang mereka percaya, membuat mereka semua tak ada yang bisa merelakan salah
satu keluarganya yang berpindah agama. Begitupula dengan Rindi dan Percy,
karena mereka mencintai agama yang mereka anut. Dan perbedaan itulah yang
membuat Percy dan Rindi harus memilih jalan backstreet
karena cinta mereka yang kuat tak mampu membuat mereka memilih untuk saling
berpisah. Apalagi keluarga mereka bersahabat. Kedua orangtua mereka dulunya
adalah sekumpulan sahabat dekat di Brotherhood.
Itu nama kelompok persahabatan mereka yang beranggotakan 8 orang dengan 3
orang perempuan dan 5 orang laki-laki. Tetapi walaupun orangtua mereka
bersahabat, mereka tetap tak bisa bersama karena kepercayaan yang mereka anut
begitu kuat.
Percy maupun Rindi memilih untuk diam, bibir mereka seakan terkunci
rapat saat membahas masalah ini. Percy menjanjikan sebuah kepastian pada Rindi,
dan Rindi berusaha bersabar menunggunya. Bersabar menunggu kepastian dari
kekasihnya itu.
"Kamu sabar dulu yah. Orangtuaku masih sibuk mengurusi pertunangan
dan pernikahan Pretty, aku belum bisa membujuk Mama dan Ayah. Nanti setelah
selesai baru aku akan bicara kembali pada mereka. Kamu bisa kan sabar sebentar
lagi." Percy menatap manik mata Rindi yang masih terdiam membisu. Beberapa
pemikiran mengusik pikiran mereka berdua.
'Sudah 5 tahun lamanya aku bersabar, Percy.' batin
Rindi.
'Maafkan aku, Rindi. Tapi setiap membicarakan hubungan kita, Mama selalu
memintaku untuk memutuskanmu.' batin Percy.
Akhirnya Rindi mengangguk lirih
diiringi senyuman kecilnya, membuat Percy tersenyum lega menatapnya. Aku akan berusaha sedikit lagi, Rindi.
"Minggu depan aku akan menggantikan Randa melakukan pemotretan di
Bali," ujar Rindi.
"Kenapa kamu?" tanya Percy mengernyitkan dahinya.
Randa adalah kembaran dari Rindi, ia bekerja menjadi seorang model dan
juga pemain film. Karena mereka kembar identik, tak ada yang bisa membedakan mereka berdua. Kecuali yang
sudah mengenal dekat maka akan mampu membedakannya, karena sikap mereka berdua
saling bertolak belakang. Rindi dengan sikap lemah lembut, baik dan juga
pendiam. Sedangkan Randa sebaliknya, ia gadis yang sedikit kasar, angkuh,
cerewet tetapi juga baik. Apalagi kepada kembarannya ini, Randa begitu
menyayangi dan mencintai Rindi yang merupakan adik beberapa menitnya.
"Randa lelah sepertinya, dia kemarin meminta aku buat
menggantikannya," ujar Rindi.
"Berapa hari?"
"Seminggu, kamu mau ikut?" ajak Rindi.
"Aku ingin sekali menemanimu. Tetapi maaf sekali Honey, aku sedang menjalankan sebuah
proyek, jadi aku belum bisa mengambil libur,” ujar Percy membuat Rindi
mengangguk paham.
Rindi memang terkenal gadis yang pendiam dan tertutup, tetapi di sisi
lain Percy bisa melihat sikap manja dan cerianya seorang Rindi. Bahkan jarang
sekali orang bahkan orangtuanya melihat dia menangis atau terluka.
♣♣♣
Pretty terlihat tengah mencoba beberapa dres dan gaun untuk dia pakai
besok di acara pertunangannya. Edwin, sang Ayah sengaja mendatangkan desainer terkenal untuk acara putri
bungsunya. "Mah, ini gimana?" tanya Pretty kepada Dewi yang duduk di
atas ranjang di kamar putrinya.
"Itu kurang menarik Sayang, coba yang lain," ujar Dewi.
"Mama, Pretty sudah tiga kali ganti juga." Pretty merajuk.
"Ayolah Sayang, kamu harus terlihat cantik besok. Biar Azka
semakin terpesona sama kamu," tangkas Dewi membuat Pretty mencibir dan
kembali mencoba gaun yang lain.
"Pretty!" panggil Rasya,
dan si kembar Randa Rindi.
Rasya memang bersahabat dengan Randa Rindi dan juga Pretty walau usia
mereka berbeda satu sama lain. Mereka bisa bersahabat karena orangtua mereka
juga termasuk anggota dari Brotherhood, yang masih berjaya dan menjaga
persahabatan mereka hingga saat ini.
"Masuk sini 3R," ujar Dewi.
Dewi tak pernah membenci Rindi ataupun membeda-bedakan Rindi dengan
yang lain karena dia menjalin hubungan dengan Percy, putra sulungnya. Dewi
sudah menganggap Rindi sebagai anaknya sendiri. Tetapi untuk menjadi menantu, Dewi
tak bisa menerima karena mereka berbeda agama. Dan keluarganya begitu teguh
dalam hal kepercayaan yang mereka anut.
"Apa kabar Tante?" tanya Rindi dengan sopan.
"Baik Sayang, ayo duduk. Pretty sedang sibuk mengganti pakaiannya,"
ujar Dewi.
Pretty baru saja menyelesaikan study S2 di usianya yang baru menginjak
22 tahun, karena Pretty sangat pintar dan prestasinya yang memukau. Sebulan
lagi, dia akan bekerja menjadi seorang Dosen di salah satu Universitas ternama
di Jakarta.
Rasya, saat ini gadis manis dan anggun itu tengah bekerja di salah satu
Radio swasta di Jakarta. Rasya berusia 25 tahun, sama dengan Randa dan juga
Rindi. Dan kini dia fokus untuk menggapai cita-citanya menjadi seorang guru
musik. Semuanya tau, kalau gadis cantik ini memiliki suara yang indah dan
merdu. Randa bahkan menawarkan padanya untuk menjadi seorang penyanyi terkenal
di Indonesia, karena ia memiliki kenalan seorang Produser musik, tetapi Rasya
tidak berminat. Ia hanya ingin hidup tenang dan menjadi seorang guru musik.
Sedangkan Rindi, ia adalah gadis rumahan biasa yang kesibukkannya hanya
menggantikan Randa kalau kembarannya itu kurang sehat dan kelelahan. Jiwa seni Rindipun
tak kalah bagusnya dengan Randa. Tak akan ada yang mencurigainya karena mereka
kembar identik. Hanya saja Rindi gadis yang tertutup di banding Randa. Ia lebih
menyukai ketenangan, dan kesibukannya hanya membantu Ibunya di dapur meracik
berbagai menu masakan baru.
"Ini bagaimana?" tanya Pretty yang sudah keluar dengan gaun
berwarna gold putih.
"Loe cantik banget, Pretty!" ujar Rasya antusias.
"Bener banget. Udah deh loe cocok banget pake baju itu. Cantik
cantik," ujar Randa mengacungkan kedua jempol tangannya.
"Fyuhhh... akhirnya.
Mama puas?" tanya Pretty.
"Iya Sayang, Mama setuju," ujar Dewi tampak tersenyum.
"Sekarang gue dateng mau ngelulurin tubuh dan maskerin wajah loe,"
ujar Randa.
"Nggak nggak! gue bukan mau married.
Ini cuma tunangan Randa," ujar Pretty.
"Ayolah Pretty sayang, loe nurut aja yah," ujar Rasya
merangkul sahabatnya itu.
"Ayolah Sayang," bujuk Dewi.
"Iya deh, pasrah aja." ujar Pretty akhirnya mendesah lesu.
"Hallo Adikku Sayang." Percy menghentikan gerakannya di
ambang pintu saat melihat Rindi ada di sana bersama sang Mama.
"Kakak!" teriak Pretty membuyarkan perhatian Percy ke Rindi.
Percy kembali melangkah masuk ke dalam kamar dan memeluk adik kesayangannya itu.
"Ini buat kamu Sayang," ujar Percy menyerahkan sebucket bunga
yang sejak tadi ia genggam di tangannya.
"Makasih Kak." Pretty tampak senang menerima bunga itu dari
tangan Percy dan mencium aromanya.
"Hai, kalian bertiga datang?" sapa Percy pada tiga wanita
itu, ia sedikit canggung saat melihat ke arah Rindi dan Mamanya. Rindipun
mendadak salting dan bingung, akhirnya ia hanya menampilkan senyuman kecilnya.
"Baiklah, Mama keluar. Kalau kalian sudah selesai, turunlah ke bawah,
kita makan siang bersama," ujar Dewi melenggang pergi. Dewi menyadari
kecanggungan antara Percy dan Rindi. Mungkin mereka membutuhkan waktu berdua.
"Kamu sudah lama di sini?" tanya Percy berjalan mendekati
Rindi. Percy terlihat masih menggunakan jas formalnya berwarna hitam. Rindi hanya
menampilkan senyum terbaiknya pada Percy sebelum akhirnya menjawab pertanyaan
Percy.
"Lumayan, kamu dari kantor?" tanya Rindi.
"Iya, aku tidak tau kamu datang," ujar Percy.
"Sudah sana, kalian ngobrol aja di balkon kamar. Aku mau di lulur
sama Randa," usir Pretty.
Percy mengajak Rindi keluar kamar dan mengobrol di balkon. Baik Randa,
Rasya dan Pretty, mereka bertiga tau hubungan backstreet mereka. Ketiganya hanya mampu menatap prihatin ke mereka
berdua.
♣♣♣
Semua keluarga dan sahabat berkumpul di kediaman Dewi, semuanya
menghadiri acara pertunangan Pretty, adik perempuan Percy. Acara berlangsung di
sebuah Hotel bintang 5 di Bandung. Mereka mengadakan acara indoor di bagian aula Hotel yang di peruntukan untuk acara
pertemuan, pernikahan atau acara lainnya.
Dekorasinya pun terlihat begitu mewah dan elegant dengan warna abu dan
pink yang mendominasi. Suasana di sanapun tampak ramai karena satu per satu
tamu undangan sudah hadir memenuhi area. Gaun dan tuxedo hitam banyak sekali di
gunakan para tamu undangan dan juga keluarga. Mereka terlihat saling
bercengkraman satu sama lainnya.
Percy berdiri di dekat pintu utama, ia terlihat tampan dengan tuxedo
berwarna abu-nya. Tatapan tajamnya terus mengarah ke arah pintu utama dimana
para tamu berdatangan. Bahkan orangtua dari Rasya, Rindi, dan juga sahabat
orangtuanya terlihat hadir. Hanya satu orang yang membuat Percy sedikit resah
menunggunya. Hingga tatapannya beradu dengan mata itu, mata indah milik wanita
yang begitu ia cintai.
Ia terpaku melihat Rindi yang baru saja menuruni sebuah mobil audy hitamnya bersama kembarannya Randa.
Ia terlihat cantik dengan dress seatas lutut di bagian depannya berwarna biru
muda dengan ekor gaun yang panjang hingga menyapu lantai. Sepatu high heels
berwarna perak semakin memperindah kaki jenjangnya yang terbuka dan terlihat
sangat indah.
“Hai,” sapaan itu menyadarkan
Percy dari keterpakuannya. Ia mengerjapkan matanya dan tatapannya langsung
beradu dengan wajah cantik kekasihnya yang menampilkan senyuman indahnya.
“Hai,” jawabnya segera
memperbaiki raut wajahnya.
“Menunggu siapa?” tanyanya seraya melirik ke kanan dan kirinya.
“Menunggumu, siapa lagi.” Percy mengedikkan bahunya acuh dan merengkuh
pinggang Rindi hingga menempel dengan tubuhnya.
“Apa tidak akan apa-apa?” tanya Rindi menahan gerakan Percy. Rindi
sadar, orangtua mereka ada di sini, bahkan sahabat orangtua mereka yang
lainnya.
“Kamu takut?” tanyanya menaikkan sebelah alisnya.
“Aku takut ada masalah, kalau seperti ini kita akan menjadi perhatian,”
ucapnya. Akhirnya Percy melepaskan rengkuhannya, ia sadar akan hubungan mereka
yang tak di ketahui banyak orang. Orangtua merekapun taunya mereka sudah putus
saat kejadian beberapa tahun lalu, saat hubungan mereka ketahuan. Percy-pun
akhirnya mengalah daripada hubungannya harus kembali hancur karena tak ada
restu.
“Kamu masuklah lebih dulu, dan jangan jauh-jauh dariku.”
Rindi mengangguk dan beranjak pergi mengikuti Randa. Percy sadar, semua
tatapan pria tertuju pada wanitanya yang tampak begitu cantik dan mempesona.
Ingin sekali rasanya ia memukuli mereka semua dan mengatakan kalau wanita itu
miliknya, hanya miliknya. Tetapi menilik keadaan hubungan mereka sekarang,
rasanya itu mustahil sekali, apalagi keluarga besar Percy sedang berkumpul.
Kalau dia berbuat sesuatu yang nekad, acara ini mungkin akan hancur. Dan Percy
tak ingin itu terjadi, ia tak ingin membuat adik kesayangannya sedih.
Setelah satu demi satu kata di ucapkan oleh pembawa acara, tibalah
mereka ke acara pertukaran cincin. Percy berdiri tak jauh dari tempat adiknya
berdiri bersama pasangannya. Tanpa sadar ia tersenyum melihat kebahagiaan adiknya
yang seakan menular padanya. Melihat adik kesayangannya seperti ini, sudah
cukup untuknya.
Acara pertukaran cincinpun selesai, di lanjut ke acara hiburan lainnya.
Kedua mempelai terlihat berdansa satu sama lainnya, diikuti pasangan lain.
Percy tak bisa menahan diri untuk mengacuhkan Rindi yang tampak begitu cantik.
Iapun akhirnya tak memperdulikan lagi kedua orangtua mereka, ia menarik
pinggang Rindi begitu saja membuat sang empu memekik kaget karena terlihat fokus
berbincang dengan Rasya. Tanpa kata Percy menggiring Rindi ke lantai dansa, dan
kejadian itu tak lepas dari tatapan Rasya yang hanya mampu menipiskan bibirnya.
Ia memilih berlalu pergi ke tempat lain, daripada melihat pemandangan itu.
“Ini terlalu beresiko, Percy.” Rindi membuka suaranya setelah ia merasa
tenang.
“Aku tidak perduli lagi, pokoknya saat ini aku ingin bersamamu.
Menghabiskan waktu berdua,” ucapnya penuh penekanan, dan tidak ingin di bantah.
Rindi tersenyum melihat sikap Percy ini. “Apa kamu sangat merindukanku,
sampai tidak ingin berjauhan denganku?”
“Bisa di bilang seperti itu,” ucap Percy menatap wajah Rindi di
depannya. “Kamu sangat cantik, Honey.”
bisik Percy tepat di telinga Rindi.
“Terima kasih, kamu juga tampak sangat tampan dan menggoda,” kekeh
Rindi mengalungkan kedua tangannya ke leher Percy.
Mereka berdua begitu menikmati dansanya, hingga tidak memperdulikan
beberapa tatapan mengarah kepada mereka berdua. Mungkin untuk saat ini, biarkan
mereka berdua menikmati kebersamaan tanpa harus bersembunyi.
♣♣♣
Rindi yang baru selesai mandi, langsung menuju ruang keluarga untuk
menemui Papa dan Mamanya karena tadi Randa bilang orangtuanya menunggu dia di
ruang keluarga. Ada rasa penasaran sekaligus rasa takut, Rindi tau orangtuanya
mendadak memanggilnya seperti ini pasti menyangkut Percy. Dan jujur saja Rindi
sudah merasa sangat lelah mendengarkan nasehat mereka dan permintaan mereka
yang meminta Rindi memutuskan Percy.
Rindi masih berdiri di undakan tangga terakhir, ruang keluarga berada
tepat di depannya dengan pintu yang terbuka. Orangtuanya memang selalu berada
di sana, menikmati suasana malam dan kadang juga menyalakan perapian. Rindi
masih menimbang-nimbang antara masuk ke sana atau tidak, tetapi kalaupun tidak
menghampiri, mereka pasti akan mendatangi kamar Rindi dan mulai berbicara.
Kedua orangtuanya itu memang tak pernah membuang-buang waktu, saat ada
kejanggalan atau masalah, pastilah mereka akan langsung merundingkannya dan
membicarakannya.
Setelah mengumpulkan kekuatannya, Rindipun menghela nafas panjang. Ia
mulai melangkah kembali menuju ke ruang keluarga. Saat ia memasuki ruangan yang
cukup luas itu, terlihat kedua orangtuanya tengah duduk berdampingan di sofa
single berwarna hitam pekat yang berada di dekat perapian. Di depan mereka ada
kaca besar sebagai pembatas ruangan ini dengan taman belakang rumah. Saat duduk
di sana, bukan hanya menikmati perapian di sampingnya tetapi juga pemandangan
taman belakang yang begitu indah. "Papa dan Mama memanggilku?" tanya Rindi
berjalan mendekati mereka berdua yang kini menengok ke arahnya.
"Duduklah Sayang," ujar Seno menutup buku yang sedang ia
baca. Rindi pun mengambil duduk di sofa tepat di hadapan mereka, memunggungi
kaca pembatas yang menyuguhkan pemandangan taman belakang. Kini tatapan kedua orangtua
Rindi tampak serius menatap ke arahnya. Jantung Rindi sudah berpacu dengan
cepat dan tak menentu, ia hanya mampu meremas kedua tangannya berusaha
menenangkan dirinya sendiri dan berharap apa yang akan orangtuanya bicarakan
bukanlah masalah hubungannya dengan Percy. Walau
hal itu sangat mustahil...
"Rindi kamu in-" ucapan Irene yang terdengar kesal terhenti
saat Seno memegang tangannya.
Mendengar nada sewot dari sang Mama, sudah pastilah ini mengenai Percy.
Dan Rindi mau tak mau harus kuat, kuat mendengarkannya.
"Rindi sayang, Papa tau kamu masih berhubungan sama Percy.” Seno
menghentikan ucapannya seakan menunggu respon dari putrinya, tetapi saat di
rasa tak ada tanda-tanda Rindi akan menjawab, Seno pun melanjutkan ucapannya. “Sayang,
Papa tau kalian saling mencintai, Papa paham akan hal itu. Tetapi Sayang, kamu
juga tau bukan apa yang menjadi halangan?” Rindi menundukkan kepalanya saat
mendengar ucapan sang Papa, ia menggigit bibir bawahnya berusaha menahan
dirinya untuk menjawab.
“Papa menyuruhmu memutuskan Percy bukan karena tidak suka, Nak. Papa
hanya tidak mau kamu terluka. Dengarkan Papa baik-baik, sampai kapanpun
keluarga mereka tidak akan merestui hubungan kalian," ujar Seno memberi
pengertian.
"Maafkan Rindi, Pa. Tetapi Rindi sangat mencintai Percy,"
cicit Rindi berusaha mengeluarkan suaranya walau terdengar lirih.
"Rindi, Mama juga pernah merasakan hal itu. Tapi ini cinta
terlarang sayang, mengertilah. Lepaskan Percy dari sekarang sebelum kamu
semakin terluka," ujar Irene menyahuti.
"Aku sudah mencobanya Ma, kami sudah pernah putus selama beberapa
bulan, tapi kami tidak bisa berjauhan. Tolong mengertilah Ma, Pa. Rindi sangat mencintai
Percy, tolong restui kami," ujar Rindi berusaha menahan isakannya, ia
bahkan masih menunduk tak mampu menatap mata kedua orangtuanya.
Rindi adalah sosok gadis yang sangat penurut, ia bahkan bisa melakukan
apa saja kalau orang yang ia sayangi memintanya. Terutama kedua orangtuanya,
yang begitu ia sayangi dan ia hormati. Tetapi kali ini, ia begitu sulit untuk
memenuhi permintaan kedua orangtuanya. Bagaimanapun Percy juga sama berharganya
seperti mereka di dalam hidup Rindi.
"Rindi, kamu akan sangat terluka Nak, percaya sama Papa."
Seno dan Irene mengetahui sesuatu yang akan sangat menyakiti hati Rindi.
"Tidak Ma, Pa. Rindi-" Rindi terdiam sesaat sambil menggigit
bibir bawahnya gugup. "Rindi akan masuk ke agama Percy."
"RINDI!" Irene tampak emosi mendengar penuturan Rindi barusan.
"Apa yang kamu ucapkan barusan, Rindi? Apa kamu sadar dengan apa
yang kamu katakan?" tanya Seno ikut kesal mendengarnya.
"Ma, Pa, Rindi mohon-"
"Tidak Rindi!" ujar Irene menghentikan ucapan Rindi. "Mama
tidak akan pernah mengijinkan itu!"
"Dengar Rindi, Papa dan Mama sudah mengingatkanmu. Kalau kamu
masih keras kepala, terserah kamu saja. Hanya kalau kamu sampai pindah agama,
maka jangan anggap kami orang tua kamu lagi!" ucap Seno tajam.
Deg
Itulah kata-kata final yang
di ucapkan kedua orangtuanya. Rasanya sangat menyakitkan saat dimana harus
memilih di antara dua pilihan yang begitu sulit. Perbedaan ini, sungguh
menyakitkan. Rindi meremas kedua tangannya tak mampu lagi mengatakan apapun. Ia
merasa semakin terpojok. Ini sudah 5 tahun berlalu, dan bahkan selama ini masih
tak ada restu untuk mereka berdua. Lamunan Rindi terusik mendengar perintah
Seno yang memintanya kembali ke dalam kamarnya. Rindi pun tanpa mengatakan
apapun lagi, langsung beranjak menuju kamarnya dengan air mata yang menetes
membasahi pipinya.
Kenapa rasanya sulit sekali
hanya untuk bersama dengan pria yang ia cintai?
♣♣♣
Tidak ada komentar:
Posting Komentar