Psycopath Revenge
1
He’s Come Back
|
P
|
agi
yang cerah di AMI hospital, dedaunan yang berembun membuat sejuk cuaca pagi
ini. Di parkiran khusus para dokter, datanglah sebuah mobil Mazda RX-8 berwarna
merah maroon. Mobil itu berhenti di dekat sebuah mobil BMW milik salah seorang
dokter yang bekerja disana.Tak lama keluarlah seorang wanita dengan memakai rok
sepan berwarna hitam di padu dengan kemeja berwarna merah yang bagian lengannya
sudah dilipat hingga siku. Wanita dengan perawakan yang terbilang mungil bagi
ukuran para wanita biasanya. Rambut panjang pirangnya di ikat kuda sehingga memperlihatkan
leher jenjang putihnya. Wanita yang memiliki paras cantik khas Spanyol dengan
mata biru terangnya menambah kesempurnaan kecantikannya. Wanita itu menyambar
tas berwarna hitamnya dan di sampirkan ke bahu sebelah kirinya lalu menutup
pintu mobil dan beranjak memasuki area rumah sakit.
Langkahnya sangat ringan dan anggun. Rambutnya
terombang ambing mengikuti langkahnya. "pagi dokter Claudya" sapa
dokter Reza. Dia adalah Dokter Claudya Ananda Lawrent dari keluarga Lawrent
yang berasal dari Negara Spanyol. Dia adalah seorang dokter bedah spesialis Anestesi
Kardiovaskuler di tim operasi 1. Claudya merupakan Spesialis Anestesi terbaik
di AMI Hospital.
"Pagi dokter Reza, bagaimana persiapan operasi
pagi ini?" tanya Claudya
"Sudah siap
semuanya, tapi dokter Thalita dan dokter Dhika belum terlihat," jawab Reza.
"Baiklah, nanti aku
akan kembali memeriksa kondisi pasien,” ujar
Claudya
hendak berlalu pergi sebelum akhirnya suara Reza kembali mengintruksikannya.
“Dokter, kamu sudah
dengar kalau dokter Chaily sudah kembali.”
“Dokter Chailly
kembali? Serius kamu? wah syukurlah jadi tim satu kembali lagi,” ucap Claudya begitu bahagia. ‘Aku sudah sepet melihat wajah munafik dari
Thalita,’ batin Claudya.
“Katanya dia akan
menggantikan dokter Thalita untuk sementara waktu, saat nanti dia mengambil cuti melahirkan,” jelas Reza dan Claudya hanya tersenyum puas
mendengarnya.
"Baiklah, aku akan
keruanganku dulu," ucap Claudya berlalu pergi.
Claudya memasuki ruangannya dan memakai jas dokter
miliknya. Setelahnya, dia membuka sebuah map berwarna hijau di
atas mejanya, dan sesuatu jatuh ke lantai. “Undangan apa ini?” gumamnya
seraya memungut undangan berwarna gold itu.
Ternyata itu adalah undangan pesta temannya saat kuliah
dulu. Dia mengadakan party di salah satu club malam yang cukup terkenal di
Jakarta. Claudya segera menyimpan undangan itu dan membaca isi
map di tangannya yang berisi tentang perkembangan hasil medis salah satu
pasien. Setelah membaca dan memahami isi dari berkas itu, Claudya
beranjak dengan membawa stetoschope
miliknya menuju ruangan UGD.
Sesampainya di UGD, ia
mulai memeriksa kondisi pasien seorang
wanita lanjut usia yang akan melakukan Tranplantasi Jantung siang ini. Setelah
memastikannya, Claudya berjalan menuju
ruangan Dhika. Dimana Dhika saat ini memegang posisi Direktur utama di
AMI Hospital pengganti Hans pamannya.
Tetapi Dhika masih ikut turun tangan untuk melakukan operasi walau tidak
sesering biasanya.
Dhika merupakan dokter spesialis bedah Thoraks dan Kadiovaskuler, dan merupakan ketua
operasi di tim 1. Claudya mengetuk pintu besar dan kokoh berwarna coklat itu.
Setelah ada sahutan dari dalam, ia memasuki ruangan
dan terlihat sosok dokter tampan yang duduk dengan tegap dan tenang di kursi
kebesarannya, aura maskulin dan penuh intimidasi mendominasi ruangan itu. Claudya sempat terpaku sesaat menatap laki-laki
tampan tak jauh di hadapannya. Pria yang begitu ia cintai, bahkan sampai detik ini
dimana pria itu sudah memiliki seorang istri.
“Bagaimana?” tanya Dhika membuyarkan lamunan
Claudya.
Claudya mengerjapkan matanya dan tatapannya langsung beradu dengan mata madu
tajam milik Dhika yang tengah menatapnya. Ia berjalan mendekati meja kerja
Dhika dan menyerahkan laporan medis padanya.
“Ini hasil medis Ny. Anin, Dok. Pasien bisa melakukan operasi siang ini,” ujar Claudya menatap Dhika yang tampak mengangguk paham
membaca isi map di tangannya. Claudya
masih setia
menatap Dhika di hadapannya dengan
tatapan penuh
cinta dan kekaguman. Dhika yang saat ini mengenakan
kemeja birunya yang di padu dengan jas dokter terlihat begitu tampan dan Hot.
Tetapi sejak kapan sih Dhika tidak tampan? Lihatlah
perawakannya yang tinggi tegap, wajahnya yang blasteran membuatnya semakin
mempesona. Sorot mata coklat dan tajamnya mampu meluluhkan hati. Termasuk
Claudya yang begitu menggilai sosok Dhika, walau sekarang status Dhika sudah
memiliki istri dan akan segera memiliki buah hati.
“Baiklah aku
paham, kamu boleh pergi dokter Claudya. Dan siapkan untuk operasi siang ini,” ucap Dhika dengan nada tenang.
Saat ini semua Dokter dari kelompok 1 sudah berada di dalam ruang operasi dengan Dokter Thalita
yang merupakan istri dari Dhika sebagai asisten utama operasi. Dia masih
bekerja walau sedang mengandung, dan usia kandungannya sudah memasuki usia 8
bulan. Tak lama Dhikapun muncul dengan sudah lengkap menggunakan pakaian
operasinya.
“Sudah siap semuanya?” tanya Dhika yang sedang di bantu beberapa asisten operasi memakai sarung tangan karet
juga pakaian steril.
“Saya sudah menyuntikkan 2ml penthothal dan atracurium,” ucap Claudya saat Dhika sudah bergabung di tengah-tengah
mereka. “operasi sudah bisa di mulai.”
“Baiklah, ayo kita mulai operasinya,” ucap
Dhika.
“Pisau bedah.” Suster Meliana yang bertugas menjadi
asisten Dhika segera menyodorkannya.
Dhika mulai menyayat dada pasien dengan Thalita yang sigap mengusap darah yang
keluar.
Dhika mulai melakukan pembedahan pada dada pasien,
hingga tak lama datang dua orang petugas dengan
mendorong meja berisi organ pokok yakni jantung
yang di bekukan di dalam kotak pendingin yang terbuat dari kaca. Setelah lama berkutat di sana dengan bantuan Thalita, Dhikapun mulai melakukan pencangkokan pada
Jantung pasien.
“Pedal!” Meliana menyerahkannya ke tangan Dhika. “isi 50
joule,” ucapnya lagi. “shock!”
Deg deg deg
Dalam sekali hentakan, Jantungpun langsung berdetak.
Dan Dhika mulai melakukan tahap akhir operasi.
Dhika dan Thalita bersama-sama keluar dari ruang
operasi, setelah menyelesaikan operasi yang cukup memakan waktu. Keduanya berjalan menyusuri lorong rumah sakit.
Dhika bahkan sempat berhenti berjalan dan menyeka keringat di kening Thalita
membuat Thalita tersenyum. “Kita
langsung makan siang bersama,” ucap Dhika yang di angguki Thalita.
Dhika dan Lita baru saja sampai di rumah mereka,
dengan sedikit kesulitan Thalita menuruni mobil di bantu oleh Dhika. “Hati-hati saying,” ucap
Dhika membantu Thalita keluar. Thalita berjalan bersama Dhika dengan memegang
perut buncitnya.
Dhika membawa Thalita menuju kamar mereka, dan
membantu Thalita untuk duduk di atas ranjang. “Kamu lelah?” tanya Dhika yang di angguki Thalita. “Aku akan siapkan air hangat untuk kamu, sebentar yah Sayang.” Dhika berlalu
pergi.
Thalita terdiam dan masih merenung memikirkan
hidupnya. ‘Tinggal dua bulan lagi, Ya Tuhan kenapa waktu berlalu begitu cepat. Bagaimana ini?
bisakah aku mengurus kedua buah hatiku nanti?’ Thalita tersentak saat merasakan sesuatu yang lembut
membelai pipinya.
“Melamun apa sih?” tanya Dhika yang ternyata sudah duduk di hadapannya.
“Bukan apa-apa, Sayang,” ucap Lita
berusaha untuk tetap tersenyum. ‘Kenapa
aku merasa Thalita tengah menyembunyikan sesuatu dariku?’ batin Dhika. “Baiklah, ayo
aku antar kamu ke kamar mandi.”
Satu jam sudah berlalu, Thalita tengah menyandarkan tubuhnya
ke kepala ranjang. Menunggu Dhika yang sedang membuatkan makanan dan susu
hamil. “Sayang, sedang apa kalian di dalam? Mama sangat tidak sabar menantikan
kelahiran kalian berdua,” ucap Thalita mengusap perut
buncitnya. Thalita memang sudah mengetahui kalau saat ini dia tengah mengandung
dua orang bayi, atau lebih tepatnya anak kembar.
Aku mohon, ijinkan aku bersama
Dhika. aku ingin menebus semua kesalahanku dan bersamanya. Setelah itu aku akan
menuruti keinginan kamu, Mas…
Baiklah,, satu tahun ku beri kamu
kesempatan untuk kembali bersama bajingan itu. Setelah itu, aku akan kembali
merebutmu dan kita meninggalkan Negara ini. Kalau kamu ingkar, jangan harap
Vino dan juga laki-laki yang kamu cintai itu selamat….
“Hikzz…Mama harus bagaimana?” isak Thalita
yang tak mampu lagi menahan beban ini. Mendekati kelahiran kedua anaknya,
bukannya bahagia, Thalita malah merasa takut dan
sedih karena itu berarti waktunya telah selesai dan dia harus meninggalkan
Dhika dan juga kedua anaknya. “Dengar yah Sayang, kalau nanti Mama tidak bisa menemani kalian lagi. Tolong maafkan Mama, dan jaga Papa kalian.
Mama terpaksa hanya akan membawa abang Vino, karena Mama tidak mau Papa kalian kembali hancur seperti
dulu. Jadi kalian harus tetap bersama Papa dan
jaga dia untuk Mama. Maafkan Mama,” isak Thalita mengusap perutnya, ia tak bisa membendung lagi kesedihan
di dalam hatinya yang hampir setiap hari rasanya seperti mencekiknya. “Mama sayang kalian
berdua.”
Thalita segera menghapus
air matanya saat mendengar suara pintu terbuka. “Ini susunya di minum dulu, Sayang,” ucap Dhika menyodorkan gelas
berisi susu coklat ke Thalita dan Thalita segera meneguknya hingga tandas.
“sayang, ada apa? kamu menangis?” tanya Dhika kaget
dan menghapus air mata Thalita di sudut matanya.
“Tidak apa-apa sayang, aku sedang mengajak bicara kedua anak kita dan
entah kenapa rasanya sangat terharu. Sebentar lagi mereka akan lahir ke dunia ini. Pasti rumah ini akan ramai dengan suara tawa anak-anak,” kekeh Thalita tetapi air matanya kembali luruh membasahi
pipi. Dhika menatap Thalita dengan
seksama, Dhika merasa kalau Thalita menyembunyikan sesuatu darinya. Tetapi
Dhika tidak ingin memaksanya.
“Aduhh,” ringis Thalita seraya memegang perutnya.
“Ada apa?” tanya Dhika.
“Kedua bayi kita nendang,” ujar Lita
membuat Dhika tersenyum dan mengelus perut Thalita.
“Mereka lagi apa yah, sampe nendang-nendang begini,” kekeh Dhika membuat Thalita ikut tersenyum.
“Aktif banget mereka,” kekeh Lita yang
sama-sama mengelus bagian perut yang menonjol karena ulah kedua anak-anak
mereka.
“Tenanglah sayang, jangan menyakiti Mama kamu,” ucap Dhika mengecup perut Lita
yang menonjol. Dhika sengaja mengangkat pakaian Thalita hingga memperlihatkan
perut putih bulatnya. Dhika bergumam seakan membacakan doa untuk kedua buah
hatinya dan mengecup perut Thalita dengan lembut. Tak lama kedua anaknya
kembali tenang.
Dhika mengangkat kedua kaki Thalita ke atas pahanya.
Sudah rutinitas Dhika setiap malam memijit kaki Thalita yang bengkak dan
kelelahan. “kaki kamu semakin bengkak sayang,
kamu harus banyak beristirahat. Sudahlah jangan melakukan lagi operasi yang
membuatmu harus berdiri lama. Dokter Chaily sudah ada dan dia bisa menggantikanmu
untuk sementara,” ucap Dhika.
“Aku ingin selalu bersamamu,” ucap Lita dengan
manja.
“Kita bisa bersama sayang, aku akan makan siang di rumah dan pulang cepat,” ucap Dhika.
“Aku tidak mau, aku ingin di sisi kamu setiap
menit. Aku tidak mau jauh dari kamu, Dhika.” ucap Lita dengan sendu.
“Ada apa Sayang? kamu terlihat takut
kehilanganku?” tanya Dhika.
“Aku hanya ingin terus bersamamu, apa salah?” Tanya Lita mengerucutkan bibirnya
membuat Dhika gemas melihatnya.
“Tidak Sayang, kamu tidak salah. Kamu boleh
dekat sama aku kapanpun juga,” ucap Dhika
membelai pipi Thalita dengan lembut.
“Apa Vino sudah tidur?” tanya Lita.
“Sudah, barus saja aku lihat dia sudah tertidur,” ucap Dhika dan Litapun mengangguk paham. Dhika masih fokus memijit
pelan kedua kaki Thalita yang terlihat bengkak. Thalita menatap wajah Dhika
dengan seksama. Dhika tak pernah merasa
lelah untuk memanjakan Thalita, walau di rumah sakit dia harus melakukan
pekerjaan double. Sebagai Direktur utama dan Dokter bedah, karena Hans sudah mengundurkan diri dan pindah ke Negara Swedia bersama keluarganya. Tetapi Dhika
tidak sendirian memimpin rumah sakit karena ada pak Handoko tangan kanan
papinya dan sekarang menjadi tangan kanan Dhika. Di tambah 3 orang asistennya
yang membantu Dhika mengurusi beberapa berkas di rumah sakit dan juga dia
memiliki 5 orang sekretaris dengan tugas mereka masing-masing.
“Sayang,” panggil Lita membuat Dhika
menengok menatap Thalita. “apa kamu tidak merasa lelah?” Tanya Thalita
“Tidak, apa kamu sudah mengantuk?” tanya Dhika.
“Belum, aku masih ingin menatap wajahmu,” ujar Thalita membuat Dhika tersenyum manis dan kembali memijit kaki
Thalita.
“Jangan buat Dhika hancur lagi, Tuhan. Aku mohon, buatlah dia bahagia walau tanpa ada
aku di sisinya kelak,’ batin Thalita.
Sabtu pagi di kediaman Pramudya Casandra di Bandung.
Dhika terlihat tengah mengotak atik mesin mobil sport favoritnya. Tak lama Thalita berjalan mendekati Dhika
dengan membawa nampan berisi minuman dan makanan, Thalita terlihat memakai
blouse panjang berwarna kuning tua, rambut panjangnya dia ikat kuda. “Masih
belum selesai?” tanya
Lita saat sudah berdiri di samping Dhika. Mendengar panggilan dari istri
tercintanya, Dhikapun
menengok dan tersenyum ke arah
Lita.
“Sebentar
lagi, Sayang.
Aku lupa kemarin belum sempat di service, remnya sedikit longgar,” jawab Dhika.
“Ini
minum dulu orange jusnya biar segar,” ujar Lita menyodorkan segelas orange jus ke Dhika.
“Kenapa
kamu buatkan ini untukku? Aku kan sudah bilang jangan melakukan kegiatan apapun,” ujar Dhika dengan tatapan
khawatirnya.
“Ini di buat sama mama kok, aku hanya mengantarnya
saja,”
ujar Lita membuat Dhika akhirnya meneguk minuman itu dan kembali menyimpannya di atas nampan. Thalita mengusap bulir-bulir
keringat dari pelipis Dhika dengan tissue di tangannya membuat Dhika
menghentikan aktivitasnya dan menengok ke arah Thalita. “Wajah kamu cemong-cemong,” ujar Lita terkikik sambil
sesekali mengusap wajah Dhika yang kotor dengan sebelah tangannya yang tidak
memegang tissue.
Cup
“Kenapa
menciumku?” tanya
Lita mematung seketika mendapat kecupan singkat yang tiba-tiba dari suaminya.
“Tidak
apa-apa, bibir kamu melambai-lambai minta ku cium,” ujar Dhika tersenyum membuat Lita
terkekeh.
“Modus
kamu.”
Thalita memukul lengan Dhika yang hanya terkekeh.
“Duduklah
di teras, di sini
panas,”
ujar Dhika dan Litapun berjalan ke arah teras, duduk manis di sana sambil menatap Dhika.
Keesokan harinya, Dhika dan Thalita menuju ke café yang
di kelola Dhika saat dia kuliah dulu. Tak lama, Brotherhood datang bersama
anak-anak mereka minus Elza. Dhika selalu menyiapkan meja khusus bagi Brotherhood
di lantai atas. Thalita sudah berbincang-bincang dengan para wanita sambil
menunggu pesanan. Kecuali Dhika yang masih sibuk berbincang dengan Sandra di
ruangan Dhika membahas beberapa pekerjaan.
Brotherhood adalah nama persahabatan Dhika bersama
teman-temannya saat mereka kecil dulu. Dhika adalah Leader dari Brotherhood.
Dhika yang berprofesi sebagai Dokter bedah sekaligus Direktur utama di AMI
hospital, rumah sakit milik keluarganya sendiri. Rumah sakit yang sudah masuk
Go Internasional dan bahkan kualitasnya hampir menyamai rumah sakit di
Singapura dan Jerman. Selain itu juga, Dhika memiliki beberapa usaha Café di
kota Bandung dan Jakarta. Selain Dhika, ada juga Daniel yang berprofesi sebagai
seorang Pengacara. Dan istri dari Daniel adalah Serli, yang merupakan sahabat
dekat Thalita. Ada juga Oktavio, dia juga anggota dari Brotherhood, dia seorang
CEO dari perusahaan perhotelan terbesar di Indonesia dan bahkan beberapa
sahamnya menyebar hingga mancanegara. Istrinya juga yang bernama Clarissa atau
biasa di panggil Chacha seorang dokter kandungan di AMI Hospital dan juga
merupakan sahabat Thalita dan Serli. Selanjutnya ada juga Erlangga, dia
berprofesi sebagai dokter umum di AMI hospital. Dan istrinya Ratu yang juga
sahabat dari Chacha, Thalita dan Serli. Selain Erlangga, ada juga Arseno yang
merupakan CEO dari sebuah perusahaan terbesar dalam bidang komunikasi dan
percetakan. Istrinya adalah Irene, yang juga termasuk anggota Brotherhood.
Selain kelima pria dan Irene itu, masih ada dua wanita lagi anggota
Brotherhood, yang tak lain adalah Elzabeth yang merupakan guru Tk, tetapi saat
ini dia sedang taka da di Jakarta. Karena profesi suaminya sebagai anggota
kepolisian, dan mau tak mau Elza harus mengikuti kemanapun suaminya pergi. Dan
yang terakhir adalah Dewi Zaleka, dia seorang Ibu Rumah Tangga yang membantu
Dhika mengurusi café milik Dhika. Dewi adalah seorang istri dari seorang CEO di
sebuah perusahaan proferti. Itulah Brotherhood, yang beranggotakan 5 orang pria,
dan 3 orang perempuan. Persahabatan yang sudah di bangun dari sejak mereka
kecil.
Tak lama Dhika datang menghampiri semuanya yang
terlihat tengah menikmati makanan. “Gimana? Enak kan rasanya,” tanya Dhika duduk disamping Thalita.
“Delicious,” ujar Okta
dengan mengecup tangannya yang membentuk huruf O.
“Very tasty,” ujar Irene
sambil mengunyah makanannya.
“Sempurna deh Dhik”
ujar Dewi
“Rasya saja sampai nambah” ujar Ratu yang tengah
menyuapi Rasya, putrinya.
“good, berarti gue gak salah pilih chef” ujar Dhika
yang tengah menerima suapan dari Lita.
“gue yakin, café loe bakal tambah rame. Lihat saja
sekarang, sampe pada rela nungguin meja kosong” ujar Daniel
“ya Alhamdulillah, rezekinya twin” ujar Dhika seraya
mengelus perut Lita.
“kalau mau nambah, nambah saja. Gratis kok buat
kalian” ujar Dhika
“siap 45, Dhik” ujar Seno yang tengah membantu Randa
makan dan Irene membantu Rindi makan.
Saat tengah menikmati makanan mereka, tiba-tiba
seorang pria datang menghampiri meja mereka. “Chacha” panggil pria itu membuat
Chacha menengok dan melotot sempurna karena kaget.
“Gi-Gilang” gumam Chacha kaget membuat Lita, Serli dan
Ratu ikut menengok, seketika diikuti
yang lainnya.
“ternyata bener kamu, apa kabar Chacha? Kamu terlihat
semakin cantik saja” ujar Gilang langsung menarik tangan Chacha dan belum
menyadari kalau Chacha tengah hamil karena posisi Chacha yang duduk.
“a-aku baik, Lang” ujar Chacha yang masih kaget
menatap Gilang sang cinta pertamanya. Okta sudah kesal setengah mati di samping
Chacha menatap ke arah Chacha dan Gilang.
“heh kecoa kering, ngapain loe pegang tangan bini gue”
Okta langsung berdiri dan melepas pegangan Chacha dan Gilang.
“ini suami kamu Cha?” Tanya Gilang menatap Okta dari
atas hingga bawah
“ngapain tuh mata pake jelalatan natapin tubuh gue,
terpesona loe sama gue?” ujar Okta memasang wajah sangarnya.
“santai bos, gue hanya nyapa Chacha saja” kekeh Gilang
dan pandangannya terarah ke Thalita. “eh ada Thalita juga, kamu tambah cantik
saja Tha” puji Gilang langsung mendekati Lita dan membuat Dhika langsung
berdiri menghalangi Gilang.
“ada urusan apa loe sama istri gue? Kalau gak ada,
silahkan pergi dari sini” ujar Dhika tajam
“oh ini suami kamu, Tha? Aku kira kamu belum menikah,
padahal selama ini aku menunggu kamu, lho” ujar Gilang dengan santai
“dasar cowok sableng, masih saja gak berubah” gumam
Serli
“gak punya malu banget,,!! heh Gilang. Loe pengen
nyobain bogem gue lagi” ujar Ratu berdiri karena kesal.
“sayang, sudah tenanglah. Ini Rasya liatin” tegur
Angga
“pergi dari sini sebelum gue panggil keamanan” ancam
Dhika menatap Gilang dengan tajam.
“heh kecoa kering kurang gizi. Pergi loe dari sini
sebelum gue tendang loe dari sini ke bawah” ujar Okta kesal
“oke oke, easy guys !! Gue tidak berniat mengganggu
acara kalian. Gue hanya ingin menyapa wanita di masa lalu gue” kekeh Gilang
santai. “gue pergi,, bye baby” Gilang dengan sengaja mengedipkan sebelah
matanya ke Chacha yang masih menatap Gilang dengan tajam.
“bye cantik” tambah Gilang mengedipkan sebelah matanya
ke Lita dan berlalu pergi dengan santainya.
“Gilang tunggu” panggil Lita membuat semuanya menatap
ke arah Lita termasuk Dhika.
“sayang, ngapain sih” ujar Dhika kesal. Thalita tak
merespon Dhika dan beranjak dengan sedikit kesusahan menghampiri Gilang.
“apa cantik? Kamu masih pengen ngobrol sama aku yah?”
ujar Gilang dengan kepedeannya. “kalau begitu ayo ikut denganku” tambah Gilang
Plak…Sekuat tenaga Thalita menampar pipi Gilang dengan
emosi yang meledak.
“aduhh, pedes” ringis Seno
“bisa ompong tuh gigi” tambah Angga
“itu balasan buat loe !!! gara-gara loe gue di tampar
sama Chacha dan karna loe juga gue di hina-hina sama dia” pekik Lita kesal
setengah mati.
Byur…Tanpa disangka-sangka Chacha juga menghampiri mereka
dengan membawa segelas jus alpukat miliknya. Chacha menyembur wajah Gilang
dengan jus alpukat itu. “itu buat loe yang udah nyakitin gue, dan buat gue
salah paham sama sahabat gue sendiri” ujar Chacha kesal
“mampus loe, di serbu bumil” ujar Daniel membuat Serli
terkekeh, begitupun yang lainnya ikut terkekeh.
Gilang hendak marah ke Chacha dan Lita, tetapi dua
orang satpam datang, dan dengan perintah Dhika, Gilang langsung di seret keluar
café dengan menahan malunya. Chacha dan Lita kembali duduk di kursi mereka
dengan masih kesal. “Kenapa loe baru nyadar sekarang kalau antara gue dan
Gilang salah paham?” Tanya Lita kesal
“gue baru dapet berkahnya sekarang bukan dulu, lagian
gue kesel lihat loe nyamperin gue terus pas lagi sama Gilang” ujar Chacha tak
kalah kesal.
“bukan maksud gue mau tebar pesona, gue hanya
mengkhawatirkan loe” ujar Lita tak mau disalahkan. Cekcok antara Chacha dan
Lita yang membahas masa lalu mereka membuat mood Dhika dan Okta menjadi buruk.
“apa hebatnya sih tuh kecoa kering, tubuhnya saja
krempeng gitu sudah gak ada bagus-bagusnya. Tapi bisa di rebutin dua wanita
cantik. Benar-benar kecoa kering sialan !!” umpat Okta membuat Chacha dan Lita
berhenti cekcok, yang lain hanya melongo menatap mereka berdua.
“loe bener, perasaan masih gantengan loe jauh
kemana-mana dibanding die” timpal Dhika yang sama kesalnya.
“kalian cemburu?” Tanya Lita dan Chacha barengan
menatap suami mereka masing-masing.
“tau aghhh, gue balik duluan guys” ujar Okta beranjak
karena kesal dan Chacha buru-buru berdiri dan duduk rengkuh di hadapan Okta
dengan menyodorkan sebuah pisang yang tersaji di atas meja dengan sedikit
kesusahan karena perut buncitnya.
“maaf yah crocodile sayang, aku sudah gak ada perasaan
apa-apa kok sama tuh kecoa buluk” ujar Chacha membuat yang lain terkekeh
melihatnya
“bukannya kamu kesemsem yah ketemu mantan cungkring
kamu” ujar Okta
“nggak, kamu suudzon banget sih sayang. Maafin yah,,
please please please” ujar Chacha memelas membuat Okta tak tega
“apa tidak ada yang lebih baik dari pisang?” Tanya
Okta kesal karena Chacha menyodorkan sebuah pisang ke Okta bukan bunga atau
sebagainya.
“bukannya kamu suka sekali pisang yah?” ujar Chacha.
“crocodile, aku pegel gini terus. Ayolah terima maafku” ujar Chacha.
“siapa suruh kamu duduk kayak gitu nela?” Okta
membantu Chacha berdiri. “ada-ada saja” tambah Okta.
“di maafin yah” ujar Chacha senang.
“iya nenek lampir, puas?” Tanya Okta dan Chacha
mengangguk.
“kalau gitu ayo duduk lagi” Chacha langsung merangkul
lengan Okta dan mengajaknya kembali duduk.
“si gator bener-bener takluk kalau udah disodorin
pisang” kekeh Seno
“namanya juga alligator dari perkebunan pisang” kekeh
Angga membuat Okta mencibir. Dhika juga sudah cemberut tanpa merespon
pertanyaan Lita.
“gue ke ruangan dulu yah” ujar Dhika beranjak.
“aku ikut” ujar Lita tetapi Dhika tak menjawab dan
beranjak meninggalkan Lita sendiri. Thalita berjalan mengikuti Dhika, hingga
baru tiga langkah, langkahnya terhenti.
“awwwwwww !!!!” pekik Lita kesakitan memegang
perutnya. Mendengar jeritan Lita, langkah Dhika terhenti dan langsung menengok dan berlari mendekati Lita
termasuk semua sahabatnya. “perut aku sakit banget,, awwwwww” rintih Lita
hingga cairan bening keluar dari sela paha Lita yang tengah memakai dress.
“air ketubannya pecah” ujar Dewi kaget dan khawatir
“segera bawa ke rumah sakit” ujar Chacha dan tanpa
pikir panjang Dhika langsung menggendong Lita membuat beberapa orang melihat ke
arah mereka.Thalita mencengkram kuat pundak dan punggung Dhika menahan
sakitnya. Dhika terlihat terburu-buru menuruni tangga menuju parkiran mobil.
Sesampainya di AMI hospital cab Bandung, Thalita di
larikan keruang persalinan. Dan Dhika memaksa Chacha yang harus membantu Lita
melahirkan walau bukan di tempatnya bekerja. Dan Chachapun segera
menyanggupinya.
Brotherhood menunggu diluar ruangan, hanya Dhika dan
Chacha yang ada di dalam ruangan. Dhika terus mengecupi dan mengusap peluh di
dahi Lita.
“aaaaahhhhhh !!!” pekik Lita sambil mengatur nafasnya.
“ayo Lita terus, ambil nafas dalam-dalam dan
keluarkan. Sekali dorongan lagi Lita, kepalanya sudah terlihat” ujar Chacha.
Thalitapun menurut.
“aaaaaaahhhhhhhhhhhhhh !!!!”
Oek oek oek
Sosok bayi mungil dan merah tengah menangis di
rengkuhan Chacha. Dhika dan Lita sudah berkaca-kaca haru melihat bayi mungil
itu. “selamat, anak pertama kalian seorang laki-laki” ujar Chacha senang dan
menyerahkannya ke Dhika untuk di adzani.
Tangan Dhika bergetar menggendong bayi merah yang
masih berlumuran darah itu yang tengah menangis. Mata Dhika sudah memerah
menahan tangisnya, rasa haru dan bahagia bercampur memenuhi hati Dhika dan
begitu juga Thalita. Ini anak pertamanya bersama Thalita, buah hatinya bersama
gadis yang sangat Dhika cintai. Dhika masih berasa ini semua mimpi, tapi Dhika
bersyukur sudah diberikan mimpi yang sangat indah ini. Thalita menatap Dhika
dan sang bayi dengan tangis yang sudah luruh membasahi pipinya.
“putraku” gumam Dhika dan mulai mengadzani sang bayi
dengan khusu dan haru.
“awww,, Cha perut gue mules lagi” ujar Lita kesakitan
“sepertinya bayi kedua loe sudah gak sabar ingin
keluar” kekeh Chacha menyuruh suster membawa bayi dari gendongan Dhika untuk
dibersihkannya. Selang lima menit,
seorang bayi perempuan sudah lahir dari rahim Thalita.
“ternyata sepasang” ujar Chacha dan kembali
menyerahkan bayi mungil perempuan ke gendongan Dhika.
“anak kita sangat cantik, seperti kamu” ujar Dhika
tersenyum dan mulai mengadzani sang bayi itu dan menyerahkannya keembali ke
Chacha untuk dibersihkan. Dhika menyeka
keringan di kening Lita dan mencium kening Lita dengan sayang. “terima kasih
sudah memberikan dua orang permata dalam hidupku” ujar Dhika tak terasa setetes
air matanya luruh membuat Lita segera menghapusnya dan tersenyum senang.
“Mereka adalah permata untuk hidup kita, mereka yang
akan merekatkan cinta kita” ujar Lita lembut membuat Dhika mengangguk dan
mengecup tangan Lita berkali-kali.
“Sebenarnya aku masih merasa ini semua mimpi, sayang.
Mimpi yang sangat indah” ujar Dhika mengecupi tangan Lita membuat Lita
tersenyum. “aku mencintaimu,,, sangat sangat sangat” tambah Dhika mengecup
kening Lita dengan sayang. “terima kasih untuk kebahagiaan ini, sayang” tambah
Dhika membuat Lita tersenyum kecil. ‘mampukah
aku menghancurkan kebahagiaan Dhika kembali?’ batin Thalita
“Aku juga sangat sangat sangat mencintai kamu, my hubby.
Sangat,, dan terima kasih sudah mau menjadi imam dan kepala keluarga untukku
selama ini” ujar Lita membuat Dhika mengangguk.
Thalita sudah di pindahkan ke ruang VIP. Di dalam
ruangan, Thalita sudah di kerumuni oleh brotherhood couple masih dengan anak-anak
mereka, kecuali Pretty yang sudah di jemput Edwin. Tak lama Pram, Salma,
Natasya, Vino dan Rey datang memasuki ruangan Lita. “Sayang,, bagaimana keadaan
kamu nak?” Salma langsung mengelus kepala Lita dengan sayang.
“Aku baik-baik saja, ma” ujar Lita tersenyum
“Lalu dimana kedua cucu opa?” ujar Pram tak sabar.
“Sebentar lagi akan di bawa kesini, pa” ujar Dhika.
Tak lama Surya dan Elga datang dengan wajah khawatir mereka.
“bagaimana keadaan menantu dan kedua cucuku?” ujar
Elga heboh membuat yang terkekeh
“mommy selalu heboh” kikik Daniel
“Lita sayang,, bagaimana keadaanmu. Nak?” Tanya Elga
“Alhamdulillah Lita baik-baik saja” ujar Lita
tersenyum hingga pintu ruangan kembali terbuka dan muncullah Chacha dengan
mendorong roda bayi.
“prince and princess was already come” ujar Chacha
membuat semuanya menengok ke arah Chacha.
Dan semuanya langsung menyambut dengan antusias,
semuanya ingin sekali menggendong kedua bayi mungil nan lucu itu.
“No !! mommy dulu omanya yang harus menggendong cucu
pertamanya” ujar Elga menghalangi semuanya.
“aku juga oma nya” ujar Salma tak mau kalah dan
akhirnya mereka menggendong bersama-sama. Elga menggendong sang prince dan
Salma menggendong sang princess.
“siapa nama mereka? Tanya Daniel penasaran
“Yang di
gendong mommy, namanya Leonard Pandu Adinata. Dan yang di gendong mama Salma
namanya Leonna Fidelia Adinata”
“Nama yang keren” ujar Okta antusias dan berdiri di
samping Elga tengah menatap bayi mungil yang terngah menggeliat di tengah
tidurnya membuat semua orang gemas melihatnya.
“oma, Vino ingin lihat” ucap Vino membuat Salma duduk
di sofa dan membiarkan Vino melihat bayi cantik itu. “dedenya lagi bobo yah
oma?” Tanya Vino
“iya Vino, adeknya masih
bobo” jawab Salma.
“dedenya cantik yah” kekeh Vino
“mom gantian
dong, papi juga pengen gendong cucu pertama papi” ujar Surya dan Elga
menyerahkannya ke Surya
“hati-hati pap, anak mungil ini masih sangat lemah
tulangnya” ujar Elga dan Surya mengangguk dan menggendong bayi tampan itu.
“ini mirip sekali sama Dhika,,” Pram melihat bayi
perempuan di gendongan Salma. Semuanya mengerumuni Salma dan Surya untuk
melihat sang bayi.
‘Tuhan masih
mampukah aku merasakan kehangatan seperti ini? waktuku sudah habis sekarang,
dan Vino’ Thalita menatap Vino yang
terlihat bahagia dan antusias. ‘Vino
bahkan tak semurung dulu, dia mampu bersosialisasi dan tidak kesepian lagi
seperti dulu. Tuhan, hamba mohon ringankan beban hamba. Jangan biarkan kami
terpisah dari semua keluarga hamba’ Thalita menitikkan air matanya
memandang pemandangan di hadapannya itu.
“kenapa menangis sayang?” Dhika yang duduk disisi
brangkar segera menyeka air mata Thalita yang luruh membasahi pipi.
“aku merasa terharu Dhika, ini air mata kebahagiaan.
Aku sangat bahagia, bisakah kita seperti ini selamanya?” Tanya Lita
“pasti sayang, kita akan selalu seperti ini” ucap
Dhika
“sudah cukup yah ibu-ibu bapak-bapak, dan para oma dan
opa. Saatnya Leon dan Leonna minum susu dulu” ujar Chacha mengambil Leon dari
Surya dan membaringkannya di sisi kiri Lita juga Leonna di sisi kanan Lita.
“kalian semua silahkan tunggu di luar” ujar Chacha dan semuanya menurut hingga
menyisakan Dhika, Chacha dan Lita. Chacha sengaja membaringkan Leonna dan Leon
di atas tubuh Lita dan membuat mereka mulai mencari asi ibu mereka. Leonna yang
lebih dulu merangkak dan menemukan puting Lita dan segera menghisapnya dengan
rakus.
“Sepertinya si doyan makan menurun ke princess” goda
Chacha membuat Lita dan Dhika terkekeh hingga Leonpun menyusul dan menghisap
asi di payudara Lita sebelahnya lagi.
“Usahakan mereka tetap meminum asi sampai usia 1,5
tahun atau 2 tahun soalnya bagus buat pertahanan tubuh. Jangan terlalu banyak
di beri susu formula” penjelasan Chacha membuat Lita mematung di tempatnya.
Masih mampukah Lita melakukan itu.
Thalita tengah beristirahat di dalam kamar inapnya,
saat ini dia tengah sendirian karena Dhika harus pulang dulu mengganti
pakaiannya. Mereka masih berada di kota Bandung.
Ceklek
“sayang, kamu sudah kembali?” Tanya
Lita yang baru saja hendak memejamkan matanya tetapi tidak jadi saat mendengar
suara pintu di buka.
“iya sayangku, aku sudah kembali.
Apa kamu begitu merindukanku, sayang?”
Deg…Thalita mematung di tempatnya, tak jauh darinya Farel
tengah berdiri dengan menggunakan jas berwarna abunya.
“ka-kamu !!!” pekik Lita yang sangat
kaget
“kenapa ekspresimu seperti itu?
Bukankah kamu begitu merindukanku?” Tanya Farel sarkasis.
Thalita tidak menyangka kalau Farel akan datang
secepat ini, Thalita bahkan baru sekali menyusui kedua bayinya. “aku datang
untuk menjemputmu, my wife” ucapnya dengan seringai di bibirnya.
“tidak, aku tidak mau” ujar Lita
masih berusaha menggapai alat untuk menekan tombol darurat tetapi terlambat
karena Farel menahan pergelangan tangannya dan mencengkramnya erat membuat
jarum infusan di pergelangan tangannya semakin menusuk ke dalam pembuluh
darahnya.
“apa yang kamu katakan? Kau ingin
berkhianat padaku?” Tanya Farel penuh penekanan dengan masih menekan
pergelangan tangan Lita membuat darah keluar dan terhisap oleh selang infusan.
“arghhh !!”
Ringis
Thalita. “aku mohon beri aku waktu mas” ucap Thalita dengan lirih dan menahan
sakit di pergelangan tangannya.
“waktu? Masih belum cukup selama
satu tahun ini?” Tanya Farel
“ku mohon, aku masih ingin bersama
kedua buah hatiku. Setidaknya aku ingin menyusui mereka selama tiga bulan” ucap
Lita
“TIDAK !!!!” bentak Farel membuat
Lita terpekik kaget dan semakin ketakutan.
“aku mohon, beri aku tambahan waktu.
Aku pasti akan meninggalkan Dhika” ringis Thalita
“kau pikir aku bodoh?” Tanya Farel
menatap Thalita dengan tajam.
“kali ini aku berjanji, aku akan
kembali padamu setelah tiga bulan berlalu. Aku sendiri yang akan datang padamu
bersama Vino” janji Thalita dengan sudah berurai air mata. Rasa sakit di
pergelangan tangannya tak sebanding dengan rasa sakit di hatinya.
“baiklah, aku pegang janjimu. Dan
jangan coba-coba kabur, karena aku akan selalu mengawasimu” ucap Farel dengan tajam
dan berlalu pergi meninggalkan Thalita yang meringis kesakitan. Thalita
menangis sejadi-jadinya, hatinya terasa sangat sakit.
“sayang !!” pekik Dhika melihat pergelangan
tangan Lita yang sudah berdarah dan terhisap oleh selang infusan. “kenapa bisa
seperti ini” ucap Dhika menyetop aliran infus dan mulai memeriksa tangan
Thalita yang terlihat bengkak dan berdarah. Dhika menekan tombol darurat hingga
tak lama seorang suster datang dan membenarkan alat infuse itu. Karena tangan
Thalita yang sudah bengkak dan sulit di gerakkan, infusan terpaksa di pindahkan
ke tangan lainnya. Suster sudah berlalu
pergi setelah mengganti infusan di tangan Thalita. Thalita masih menatap kosong
ke depan dengan tangis yang tak berhenti luruh membasahi pipi.
“apa sangat sakit?” Tanya Dhika mengecup tangan
Thalita yang sudah di perban, Thalita hanya terdiam menatap wajah Dhika yang
meniupi dan mengecup luka di tangannya. Tangis Thalita tak berhenti dan semakin
menangis terisak. ‘bagaimana ini?’ Batin
Thalita menatap terus wajah Dhika.
“sayang, ada apa? apa sakit sekali?”
Tanya Dhika khawatir melihat Thalita yang menangis tidak berhenti.
Claudya datang ke sebuah Club untuk menghadiri sebuah
party sahabatnya, Claudya duduk di bar tender dengan salah seorang teman
wanitanya sambil menikmati segelas vodka. “Serius loe, dia ada di Indonesia?
Wah asyik dong kita bisa ajak dia jalan bareng” ucap Claudya antusias kepada
teman wanitanya yang bernama Minhatin.
“Iya serius Claud, ngapain gue
bohong. Si Emilly liburan bareng sama suami dan anaknya” jelas Minha seraya
menyeduh minumannya. Claudya dengan temannya yang bernama Minha sedang asyik
berbincang-bincang hingga pandangan Claudya terarah ke arah laki-laki yang
tengah menatapnya tajam. Penerangan yang minim membuat Claudya kesulitan untuk mengenali
wajah laki-laki itu.
“ada apa, Claud?” Tanya Minha
“gue ke toilet dulu yah” Claudya
berjalan menuju toilet wanita.
Di dalam toilet, Claudya merenung memikirkan siapa
laki-laki tadi, wajahnya sungguh tak asing baginya. Claudya membasuh wajahnya
dan mengelapnya dengan tissue yang ada disana. Di rasa sudah rapi, Claudya
berjalan keluar toilet.
Deg…Langkah
Claudya terhenti saat seseorang menghalangi langkahnya. Mata Claudya membelalak
lebar melihat siapa laki-laki berbadan tegap di hadapannya. “Ternyata benar, ini kamu Claudya
Ananda Lauwrent” ucap seseorang dengan tajam.
“Fa-Farel” cicit Claudya masih
kaget.
“lama tak jumpa, nona Claudya” ujar
Farel dengan penuh penekanan. “sepertinya kau tak sesenang aku yah, kita bisa
bertemu kembali”
Claudya tidak bisa tidur sama sekali, dipegangnya
dengan erat mug besar berisi kopi hangat di genggamannya. Bayangan Farel terus
mengusik otak Claudya.'kenapa harus
sekarang?' ’Tatapannya masih seseram dulu, apa yang dia inginkan
sekarang? apa dia akan menghancurkan hidupku kembali?’ batin Claudya. Ia kembali
meneguk kopi di dalam mug yang ia genggam dengan pandangan kosong menatap
keluar jendela di apartementnya.'kenapa
harus bertemu kembali?'
Novelnya keren kak..tapi sayang susah cari novel kak...masih penasaran sama farel nya..
BalasHapus