Jumat, 02 Agustus 2019

AKU BUKAN PELAKOR (Lanjutan SCUI)


Prolog
                Kehidupan Kanaya yang hancur setelah di campakkan oleh Akbar, ia kembali bertemu dengan seorang pria yang merupakan atasannya di kantor.
                Pria itu tampak penuh perhatian dan menyimpan perasaan kepada Kanaya. Dan perlakuannya membuat Kanaya sedikit risih. Apalagi pria itu sudah menikah dan memiliki istri juga anak-anak yang sudah cukup dewasa.
                Kanaya sedikit tergoda oleh perlakuan bosnya itu yang mampu membantunya melupakan Akbar.
                Hingga suatu hari bosnya itu melamar dia untuk menjadikan Kanaya sebagai istri keduanya.
                Haruskah Kanaya menerima lamaran itu?









Satu
                Sudah satu bulan Kanaya bekerja di sebuah perusahaan jasa pengiriman, sebagai Custamer Service. Kanaya cukup menikmati pekerjaan itu yang sungguh menguras waktunya untuk selalu melayani pelanggan yang datang.
                Waktu istirahat telah datang, Kanaya merenggangkan kedua tangannya dan mengambil handphone miliknya dari dalam laci mejanya. Ada pesan chat masuk kepadanya.
                Ia tertegun saat melihat apa yang ada di layar handphone nya. Chat itu berisi foto keluarga Akbar dengan caption.
                Lupakan dia sekarang, Naya. Dia sudah bahagia dan sekarang kamu gapailah kebahagiaanmu sendiri. Kamu berhak bahagia...

                Kanaya menghela nafasnya lelah. “Andai moveon itu semudah membalikkan tangan, mungkin sudah aku lakukan,” gumamnya.
«»
                “Mau pulang, Naya?” pertanyaan itu menghentikan langkah Kanaya.
                “Pak Hamid?” gumam Kanaya saat seseorang menghentikan mobilnya tepat di sampingnya.
                “Pulang sendirian? Ayo biar aku antar,” seru Hamid diiringi senyumannya.
                “Tidak perlu Pak, kontrakanku dekat dari sini,” seru Kanaya.
                “Tidak masalah, ayo naik. Daripada berjala kaki sendirian. Ini juga sudah malam,” seru Hamid tampak berusaha membujuk Kanaya.
                Kanaya tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya ia setuju dan naik ke dalam mobil Hamid.
                “Bagaimana pekerjaan hari ini? Apa ada lagi nasabah yang membentakmu?” tanya Hamid mencairkan suasana seraya menyetir mobilnya.
                “Alhamdulillah tidak ada Pak, kemarin itu mungkin kebetulan saja aku sedang sial,” kekeh Kanaya.
                “Ah syukurlah kalau begitu.” Hamid tersenyum puas. “Sebenarnya aku sangat salut padamu, lho. Kemarin kamu begitu tenang menghadapi custamer yang menyebalkan itu.”
                “Itu bukan masalah besar, Insa Allah saya akan berusaha menghandle apapun yang merupakan pekerjaan saya,” jawab Kanaya.
                Hamid tanpa sadar memperhatikan wajah Kanaya yang cantik dan ia tersenyum penuh arti.
                “Sudah sampai, Pak.” Kanaya menyadarkan Hamid dari keterpakuannya.
                “Disini?” seru Hamid meminggirkan mobilnya. “Dimana kostan kamu?”
                “Masuk ke gang itu, tidak terlalu jauh hanya terhalang dua bangunan saja. Terima kasih untuk tumpangannya Pak. Selamat malam.”
                Kanaya menuruni mobil Hamid seraya mengucapkan salam dan berlalu pergi.
                “Kanaya, kamu sungguh sangat istimewa,” gumam Hamid tersenyum, kemudian menjalankan mobilnya.
«»
                        Kanaya berdiri menatap jendela di kostannya dengan segelas kopi di tangannya. Bayangannya kembali menerawang ke pesan dari salah satu temannya Wina di Jakarta. Wina mengetahui seluk beluk kisah dirinya dan Akbar.
                        Dan pesannya tadi membuat Kanaya semakin merasa malu dan sangat menjijikan. Sampai detik ini pun kenapa harus merasakan sakit?
                        Aku bukanlah pelakor... itulah jeritan hatinya.
                        Terus berusaha memungkiri walau hati itu masih ada untuk Akbar.
                        Dering handphone menyadarkan lamunannya. Ia berjalan mendekati ranjang dan mengambil handphone nya seraya menyimpan mug gelasnya di atas meja nakas.
                “Wina...” gumamnya dan mengangkat sambungan telpon itu.
                “Hallo Assalamu’alaikum,”
                “....”
                “Alhamdulillah gue baik dan semuanya gak ada masalah.”
                “.....”
                “Lu gak salah, jadi gak perlu minta maaf. Kenyataannya memang Akbar sudah bukan milik gue. Dia sudah menemukan tambatan hatinya.”
                “.....”
                “Itulah yang saat ini sedang gue usahakan. Melupakannya,” gumam Kanaya.
                “....”
                “Lu pikir mudah cari pendamping, apalagi status gue yang seorang janda. Gak akan semudah itu Win.”
                “....”
                “Lu tenang saja, gue gak akan menghubungi dia lagi. Gue akan berusaha melupakan perasaan masalalu gue dan berusaha mengobati luka ini.”
                “....”      
“Lu meragukan gue?”
                “.....”
                “Gue yakin sama Allah. Allah tidak akan menjerumuskan gue ke hal yang negative. Insa Allah gue ikhlas.”
                “.....”
                “Wa’alaikumsalam...”
                “Aku yakin aku bisa melakukan melupakan segala hal tentang Akbar.”
                “Karena aku bukan pelakor.”
                Kanaya bergumam dengan tatapan mata penuh keyakinan.

«»

Tidak ada komentar:

Posting Komentar