TA'ARUF
Prolog
Keluargaku begitu
mempermasalahkan statusku yang masih melajang di usiaku yang ke 30 tahun. Apa
itu seperti aib?
Sampai mereka mejodohkanku
dengan putra sulung dari sahabat Umi. Pria itu begitu tampan, dingin dan tak
banyak berbicara. Bahkan bisa terhitung berapa kata yang keluar dari bibirnya
dalam satu hari.
Tetapi bukan itu yang membuat
Aisyah kurang setuju. Usia pria itu 3 tahun lebih muda darinya, bagaimana
mungkin dia menikah dengan pria yang usianya berada jauh di bawahnya.
Bagian
1
(AIsyah
Pov)
Nazma
Siti Aisyah adalah nama lengkapku, dan teman-temanku biasa memanggilku dengan
nama AIs. Baru satu tahun ini aku lulus tes CPNS dan kini aku bekerja menjadi
seorang guru Matematika di sebuah Sekolah Dasar di kota hujan alias Bogor.
“AIs,
kapan kamu akan membawa calonmu datang?” pertanyaan itu sudah sering sekali Oma
tanyakan padaku bahkan sehari bisa sampai tiga kali, saat akan berangkat
bekerja, pulang bekerja dan saat akan tidur. Sudah seperti meminum obat.
“Oma,
ini masih pagi dan aku baru akan berangkat mengajar.” Aku sudah lelah mendengar
pertanyaan ini berulang kali. Aku putuskan untuk segera berangkat dan sarapan
di sekolah saja.
“Kau
ini selalu saja begitu, bisanya hanya ngeles dan menghindar. Kalau kamu tidak
segera membawa calon, biar Oma dan kedua orangtuamu saja yang carikan jodoh
untukmu.” Oma terus saja berbicara. Umi dan Abi hanya diam tak membantuku, uch
menyebalkan sekali!
“Oma,
sudah aku jelaskan, mungkin Allah belum mengijinkan aku bertemu jodohku.”
“Jawabanmu
itu, jodoh tuh jangan hanya di tunggu, tapi kamu cari,” ucap Oma selalu tak
ingin kalah kalau sudah berdebat. “Usia kamu sudah kepala tiga, Ais. Bahkan
teman-teman sebayamu saja sudah menikah dan memiliki anak. Oma lelah mendengar
gunjingan para tetangga karena kamu belum juga menikah. Oma tidak rela
mendengar kamu di katai perawan tua.” Terdengar nada lirih dari ucapan Oma
barusan, astagfirulloh aku juga sedih mendengarnya.
“Oma,
dengarkan aku. Oma jangan terlalu mendengarkan gunjingan mereka. Sudah jelas
mulut mereka sudah terkontaminasi hasutan setan setan jahanam. Sebaiknya Oma
doakan Ais, semoga dapat bertemu dengan jodohku. Doakan supaya Ais segera di
dekatkan jodohnya. Oke Omaku tersayang.”
“Iya,
tetapi kamu juga harus ikhtiar, Neng. Apa gak ada teman gurumu yang suka kamu?”
Kini Umi yang bersuara membuatku ingin tertawa saja.
“Teman
sekantorku semuanya rata-rata sudah memiliki istri dan anak. Umi mau aku jadi
penganggu suami orang?”
“Astagfirulloh,
amit-amit!” seru Umi dengan bergidik ngeri.
“Jangan
sampai kau seperti si Kanaya itu,” seru Oma. Ya, Oma emang kini membenci Kanaya
setelah kasus yang menimpa mbak Rima da bang Akbar. Ketulusan mbak Rima
membuatku kagum, ia mampu mempertahankan suaminya dan menarik kembali suaminya
ke dalam dekapannya. Keteguhan, kesabaran dan keikhlasannya itu membuatku
sangatlah kagum.
“Sudah
ah, pembicaraan ini tidak akan ada usainya. Aku berangkat dulu.” Aku mencium
punggung tangan Oma, Umi dan Abi.
Aku
lahir dari keluarga sederhana, Abi adalah seorang pensiunan TNI, kini sibuk
mengurus usaha bengkelnya. Aku anak kedua dari dua saudara, dimana aku anak
perempuan satu-satunya. Kakak pertamaku sudah menikah dan memiliki anak. Yang
sudah membaca cerita Kakakku, bang Akbar pasti kalian akan mengetahui siapa aku
dan asal usul keluargaku.
∞
Aku baru saja sampai di sekolah,
hari ini aku akan mengajar di jam kedua karena jam pertama diisi pelajaran
olahraga.
Aku duduk di atas meja
kebesaranku, aku teringat kata-kata Oma dan Umi tadi pagi. Sebenarnya aku bukan
tidak berminat mencari jodoh atau berusaha dekat dengan seorang pria. Aku hanya
telah berjanji...
Aku menarik laci meja dan
mengambil sebuah pigura dari sana. Aku menatap pigura dimana sosoknya begitu
aku rindukan.
“Mas Agung...”
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar