Jumat, 02 Agustus 2019

MARRIAGE WITH MR. OLD


Prolog
                “Sah!”
                Seruan itu memenuhi rumah dimana akad nikah pasangan ini di gelar.
                Kiara menghela nafasnya dan menatap Tante yang berada di sisinya dengan sendu.
                “Sekarang kamu sudah menjadi seorang istri dari seorang pria. Tante sangat terharu,” seru wanita itu penuh ke Ibuan.
                Kiara hanya menampilkan senyuman kecil di bibirnya. Sesungguhnya hatinya tidaklah bahagia.
                Bagaimana bisa ia bahagia, ia di jodohkan begitu saja dengan teman dari Pamannya yang usianya jauh di atasnya. Dan dirinya masih 18 tahun, baru saja lulus Sekolah Menengah Atas.
                Apa yang akan ia hadapi kedepannya, sebagai seorang istri dari pria yang ia ketahui begitu dingin dan jarang sekali berbicara.
                Bagaimana nanti kehidupan rumah tangganya?





Satu
                Kiara menatap rumah besar itu dengan tatapan penuh kekaguman.
                Wow...! batinnya.
                Ia tidak menyangka pria yang kini menjadi suaminya begitu kaya raya dan seorang Milyader. Rumahnya ini bak seperti istana di dalam cerita dongeng.
                “Kamar kita di lantai atas,” seruan itu membuat Kiara menoleh ke sumber suara.
                Pria itu tampak dingin dengan setelan formalnya.
                “Kamar kita?” gumam Kiara sempat bergidik.
                Astaga dia lupa sekarang dia ini siapa. Kenapa harus kaget mendengar kata kamar kita.
                “Salah satu pelayan akan mengantarmu ke kamar, beristirahatlah.” Pria itu berbalik ke arah pintu meninggalkan Kiara begitu saja dalam kebingungan.
                “Tuan!”
                Pria tadi menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Kiara.
                “Emm anda mau kemana?” tanya Kiara entah kenapa menatap tatapan tajam itu membuatnya menjadi gugup.
                “Kantor.”
Setelah mengatakan itu, pria itu melanjutkan langkahnya dengan tenang dan elegant meninggalkan Kiara dalam kedongkolan.
                “Mari Nyonya, saya antar anda ke kamar utama,” seru salah satu pelayan menyadarkan Kiara.
                “Panggil Kiara saja,” jawabnya dan berjalan mengikuti pelayan perempuan itu.
                Kiara sampai menganga melihat situasi sekitar yang sangat luas dan sangat mewah terdapat lorong dan beberapa ruangan yang membuat Kiara pusing sendiri. Ia bahkan tak yakin akan mengetahui jalan menuju area lain.
                “Ini kamar anda, Nyonya. Silahkan.”
                Kiara masuk ke dalam kamar yang dua kali lebih luas dari miliknya. Kamar itu berwarna putih dan sangat membosankan, kontras sekali dengan pemilik kamar ini.
                Koper yang di bawa pelayan tadi, di bawanya dan di rapihkan dalam ruangan walk in closet. Kiara masih mematung menatap sekeliling kamar yang tak banyak perabotan.
                Menurutnya mubajir sekali memiliki kamar begitu luas dan tidak begitu banyak barang di dalamnya.
                “Semua barang telah saya rapikan, apa masih ada yang anda butuhkan?” tanya pelayan itu.
                “Tidak ada, terima kasih.”
                Pelayan itu mengangguk dan berpamitan pergi.
                Kiara berjalan mendekati sisi ranjang seraya melepaskan tas ransel yang sejak tadi ia gendong. Ia membuka tas itu dan mengeluarkan pigura kecil dari dalam sana.
                “Ma, Pa,” gumamnya mengusap foto yang ada di dalam pigura itu.
                “Kini aku sudah menikah dengan seorang pria bernama Abian Bima Adirajada. Dia adalah teman dari Paman,” seru Kiara.
                “Aku tidak mengenalnya, memang sih aku sudah beberapa kali bertemu dengannya saat ia datang ke rumah menemui Paman. Tetapi kami sama sekali tidak pernah saling menyapa atau berkomunikasi. Dia juga bahkan tidak melamarku, Paman dan Bibi menikahkan kami.”
                “Apa keputusanku salah, Ma, Pa? Aku hanya tidak ingin terlalu lama merepotkan Paman dan Bibi. Mereka masih memiliki anak-anak yang harus mereka perhatikan,” seru Kiara.
                “Kini aku juga di bawa ke Jakarta, kota yang bahkan tak pernah aku datangi sekalipun. Aku tidak tau rencanaku ke depannya akan bagaimana, dan bagaimana dengan cita-citaku. Aku sungguh tidak tau.”
                “Ma, Pa, sekarang Kiara sudah menyandang status Nyonya Abian yang sepertinya dia orang penting. Rumahnya saja sudah seperti istana di kerajaan, begitu besar dan mewah. Aku sungguh merasa sangat asing di sini.”
                Kiara menghela nafasnya dan kembali menatap sekeliling kamar. Merasa tak ada yang bisa ia lakukan, ia akhirnya memutuskan untuk mandi dan beristirahat saja.
                Abian masuk ke dalam kamarnya dan mata tajamnya langsung menangkap sosok mungil yang tengah terlelap, bergelut di balik selimut tebal nan halus.
                Ia berjalan mendekati Kiara dan mengambil duduk di sisi ranjang. Ia menatap wajah imut nan cantik Kiara, tangannya terulur merapihkan anak rambut yang menutupi wajah cantiknya.
                Abian menunduk mendekati Kiara dan mengecup keningnya. Kecupan singkat darinya, tetapi ia masih menatap wajah Kiara dari dekat tanpa ingin menjauhkan wajahnya.
                Tatapan tajamnya kini turun ke bagian bibir tipis merah milik Kiara yang begitu menggoda. Bibir yang tampaknya masih begitu ranum dan polos belum di jambah oleh pria lain.
                Cukup lama Abian menatap bibir itu, dan mendekatinya. Ia mengecup pelan bibir itu yang entah kenapa memberi getaran aneh pada tubuhnya.
                Abian melihat ke arah mata Kiara yang masih terlelap. Entah kenapa ia tak ingin melepaskan dan mengabaikan bibir ranum itu.
                Ia kembali mengecup bibir Kiara dan sedikit melumat bibir bawahnya membuat Kiara terusik. Abian menjauhkan wajahnya dari Kiara dan menatap Kiara yang masih terlelap. Tatapannya kembali ke bagian bibir Kiara yang basah karenanya.
                Entah kenapa rasanya ia ingin mengecupi dan melahap habis bibir ranum itu yang terasa manis dan berpengaruh kepada tubuhnya.
                Abian akhirnya memilih menghentikan kegiatan mencuri ciuman itu dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
                ~~~
                Kiara bangun dari tidurnya, ia mengucek kedua matanya dan merenggangkan kedua tangannya.
                “Jam berapa yah ini,” gumamnya menutup mulutnya yang menguap.
                “Tujuh.”
                Jawaban itu langsung membuat Kiara menoleh ke sumber suara.
                “Ah...!” Kiara menjerit seraya menutup mata dengan kedua tangannya.
                “Apa?”
                “Ke-kenapa Tuan tidak memakai baju?” seru Kiara wajahnya terasa memanas.
                Abian tampak santai dengan tubuh polosnya dan hanya menggunakan handuk yang di lilit di pinggangnya.
                “Kenapa? Aku suamimu.”
                Jawaban singkat nan datar itu semakin membuat Kiara malu sekaligus kesal. Ini orang kenapa begitu irit berbicara, apa kapasitas suara dan katanya terbatas.
                Kiara melihat Bian berjalan menuju walk in closet, dan itu kesempatan Kiara melesat cepat masuk ke dalam kamar mandi dan menyembunyikan diri dari pemandangan yang Eeerrr... menggiurkan hasrat.
                ~~~
                Saat ini Kiara dan Abian sedang menikmati makan malam mereka dalam diam. Tak ada yang bersuara selain dari suara dentingan sendok dan garpu. Sesekali Kiara melirik ke arah Bian yang tampak fokus dengan elegant pada makanannya. Cara makan Abian juga terlihat begitu rapi dan sangat elegant.
                Selesai makan, mereka masih diam dan meneguk minuman dalam gelas.
                “Aku akan kembali ke kamar,” seru Kiara ingin segera melarikan diri dari suasana mencengangkan ini.
                “Tunggu!”
                Kiara mengernyitkan dahinya mendengar seruan Abian. Ia kembali duduk di tempatnya dan menatap ke arah lain tak ingin beradu tatapan dengan Bian.
                “Ini handphone untukmu,” ucap Abian menyerahkan Iphone keluaran terbaru ke arah Kiara. “Cari tau kampus dan jurusan yang kamu inginkan di kota ini. Nanti akan aku daftarkan.”
                Tumben... ini adalah kalimat terpanjang yang di ucapkan oleh tuan irit berbicara itu.
                “Ini terlalu mahal dan mewah,” seru Kiara saat melihat Iphone yang sangat mewah dan bagus.
                “Kamu harus terbiasa dengan semua barang ini.” Abian beranjak dari duduknya dan berlalu pergi meninggalkan Kiara yang hanya menatapnya dongkol.
                “Cepat katakan padaku kalau sudah menentukan pilihan,” serunya dengan nada datar membuat Kiara semakin dongkol.
                Ya Allah, kenapa aku memiliki suami model begini? Tampan sih jangan di tanya, tetapi kenapa begini? Kiara membatin dalam kedongkolannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar