SURAT CINTA UNTUK IMAMKU
EPISODE 1
Jakarta
Rima Inaz
Imtiyas yang berarti Perempuan cantik yang hatinya mulia bercahaya dan
senantiasa menjaga kesucian diri.
Rima, wanita berusia 26 tahun ini memiliki kepribadian yang kalem, pendiam dan
selalu tertutup kepada siapapun.
Lima tahun lalu dia
telah menikah dengan seorang pria baik hati, tampan, bertanggung jawab dan
hangat. Rima sungguh bahagia hidup bersama pria bernama Akbar ini, putra
pertama dari Kapten Djavier dan Amierra yang terkenal sebagai penceramah di
setiap pengajian.
Rima sangat mengenal
keluarga Akbar, karena sejak dulu ia selalu ikut pengajian Amierra hingga
takdir mempertemukan dirinya dengan Akbar yang kini menjadi suaminya.
Masih tak pernah
menyangka dan terpikirkan oleh Rima kalau dia akan menikah dengan Akbar dan
menjadi menantu dari pasangan yang sungguh baik hati dan terpuji di kalangan
masyarakat.
Mereka sudah menikah selama lima tahun,
dan telah
memiliki seorang buah hati bernama Hulya Al Zahra.
Lengkap sudah
kebahagiaan yang di dapatkan Rima dengan kehadiran kedua orang yang begitu ia
sayangi dan cintai sepenuh hatinya. Rumah tangga mereka begitu harmonis, mesra, dan
bahagia.
Rima seakan di buat bahagia dan di manja oleh Akbar. Akbar memang sosok yang
tidak romantis tetapi terkadang sikapnya membuat Rima melayang-layang ke
angkasa.
“Selamat pagi suamiku yang tampan,”
sapaan hangat itu sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Akbar.
“Yuk solat berjamaah dulu, kamu masih lelah yah karena
semalam pulangnya malam sekali,” seru Rima mengusap kepala suaminya yang kini
tersenyum manis kepadanya.
“Tidak terlalu, ayo kita berjamaah, Sayang.” Akbar bangun
dari rebahannya dan mereka bergilir mengambil wudhu di kamar mandi. Setelahnya
mereka melakukan solat subuh berjamaah.
Akbar memang selalu sibuk dengan pekerjaannya sebagai Polisi
Intel yang bertugas dalam satuan Reskrim di tingkat Kepolisian Resort di
Kapolda.
Di usianya yang tepat
33 tahun, Akbar sudah menjadi seorang perwira. Tak butuh waktu lama untuk Akbar
di angkat dari Bintara menjadi Perwira setelah melakukan pendidikan SIP atau
Sekolah Inspektur Polisi.
Walaupun ia sibuk dan
sering lembur, tetapi ia tak pernah melewatkan kewajibannya sebagai seorang
suami yang selalu membimbing istrinya dan membuatnya selalu bahagia.
Selama 2 tahun berumah tanggapun, Rima merasa menjadi
seorang wanita paling bahagia. Akbar sosok pria yang sopan, baik juga
bijaksana. Dia tidak pernah menyinggung perasaan Rima sama sekali, baik dari
tutur katanya. Rima sungguh menganggap Akbar adalah sosok malaikat tanpa sayap
untuk dirinya. Dia suami yang sempurna dan begitu bertanggung jawab.
Walau begitu, Rima
selalu berusaha untuk menyeimbangkan sikapnya dengan Akbar hingga Akbar merasa
nyaman dan semakin mencintainya. Bukankah Istri itu adalah tulang rusuk suami,
maka posisinya berada di samping suaminya, dekat dengan jantung dari suaminya.
Menjadi pelindung dan pakaian bagi suaminya, begitupun sebaliknya.
~♥~
“Ini sarapannya, Kapten Akbar,” seru Rima membawakan nasi
goreng ke hadapan Akbar.
“Harum sekali,” seru Akbar diiringi senyumannya.
“Astagfirulloh!”
“Ck, kamu ini kebiasaan yah Abi. Jangan langsung di makan,
kan masih panas. Sini aku lihat bibirnya,” ucap Rima memperhatikan bibir Akbar.
“Aku tiupin yah.”
Rima meniup sudut bibir Akbar perlahan. “Kecup saja tidak
perlu malu, sama suami sendiri ini,” goda Akbar membuat wajah Rima merona.
Dengan malu-malu Rima mengecup singkat sudut bibir Akbar.
“Assalamu’alaikum Umi, Abi,” suara pelan dan serak itu
membuat Rima dan Akbar menoleh ke sumber suara.
“Hulya sayang, kamu sudah bangun?” tanya Rima yang berjalan
mendekati Hulya yang terlihat baru bangun tidur dengan rambut panjangnya yang
acak-acakan.
“Sudah Umi, Hulya lapel,” serunya.
“Ya sudah kita cuci muka dan gosok gigi dulu yah.” Rima
menggendong Hulya dan membawanya pergi.
~♥~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar